aMSaL

BaGi DuNia KiTa HaNYaLaH SeSeoRaNG, BaGi SeSeoRaNG KiTaLaH DuNiaNYa

Selasa, 08 Januari 2013

KEDATANGAN AGAMA MASEHI DI INDONESIA (1)


Agama Masehi yang mula-mula disiarkan di Indonesia ialah agama Katolik. Pedagang-pedagang bangsa Portugis yang pada permulaan abad ke-16 mengunjungi kepulauan Indoenesia adalah pemeluk agama Roma Katolik. Mereka itu dalam perantauannya disertai oleh Pendeta-pendeta yang mempunyai tugas memelihara kehidupan rohaninya. Pendeta yang pertama yang turut mengunjungi kepulauan timur ialah Pendeta Fransiscus Xaverius.
            Kepulauan Indonesia yang mendapat perhatian istimewa dari pedagang-pedagang bangsa Portugis itu ialah kepulauan Maluku berhubung dengan hasil bumi yang terdapat disana seperti cengkeh dan pala yang dapat diperjual-belikan di benua lain dengan laba yang besar.
Dalam perjalanannya menyertai pedagang-pedagang dari Eropa itu, Pendeta Fransiscus Xaverius dapat pula berhubungan dengan penduduk asli yang dikunjunginya. Pergaulan dengan penduduk asli itu membuka jalan baginya untuk mengabarkan Injil kepada mereka, sehingga oleh pekerjaan beliau banyak dari antara penduduk asli kepulauan Ambon dan Ternate menjadi penganut agama Katolik.
            Kedatangan pedagang-pedagang bangsa Belanda pada akhir abad ke-16 membawa perubahan dalam sejarah agama Masehi di Indonesia. Pedagang-pedagang bangsa Portugis yang kalah dalam persaingannya dengan pedagang-pedagang bangsa Belanda, kemudian meninggalkan kepulauan Indonesia.
            Pedagang-pedagang Belanda yang mula-mula datang di Indonesia itu adlah orang-orang dari kongsi-kongsi dagang (Companieen van verve) yang pada tahun 1602 mempersatukan diri dalam kongsi dagang besar dengan memakai nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Mereka pada umumnya memeluk agama Masehi Protestan (aliran Calvin). Untuk pemeliharaan kehidupan rohaninya mereka itu pun sebagaimana bangsa Portugis mengikut sertakan pula Pendeta-pendeta, yang dimasukkan sebagai pegawai kongsi dagang tadi dan bekerja menurut instruksi dan perintah kongsi itu.
            Kecuali untuk rawatan rohani pedagang-pedagang bangsanya sendiri, Pendeta VOC juga menyiarkan agama Kristen kepada penduduk asli. Tetapi oleh karena VOC semata-mata suatu perserikatan dagang, mudahlah dimengerti, bahwa pergaulan dengan penduduk asli haruslah dipelihara baik-baik, agar tidak menimbulkan peristiwa yang dapat mempersukar, merintangi atau merusak hubungan baik mereka demi keuntungan perdagangan. Berhubung dengan itu, maka penyiaran agama kepada penduduk asli boleh dikatakan tidak dilakukan. Pembatasan terhadap tindakan-tindakan pendeta VOC mudah sekali dilakukan, oleh karena mereka itu semuanya adalah pegawainya. Tambahan pula kantor-kantor VOC (factorijen) hanyalah kedapatan di beberapa tempat di pantai saja, sehingga pergaulan dengan pendudk asli tidak mungkin.
            Yang mendapat kunjungan istimewa dari pendeta-pendeta VOC ialah pertama-tama kepulauan Maluku, d imana telah kedapatan pendudk asli yang beragama Katolik. Pekerjaan mereka di kepulauan itu menyebabkan penduduk menukar agamanya dengan Masehi Protestan.
VOC diberi hak oleh Staten Genaral bukan saja untuk bertindak sebagai kongsi (handels-monopolie) tetapi kepadanya diberikan pula keleluasan bertindak sebagai suatu pemerintahan (Staartrechten), yang dipimpin oleh Gubernur Jendral. Bwerhubung dengan sifat kedudukan sebagai suatu perintah, maka VOC di Indonesia ini, merasa perlu memelihara kehidupan rohani orang-orang Belanda kedapatan yang merantau, sebab dalam pemerintahan negeri Belanda kedapatan perhubungan yang erat sekali antara Agama Masehi Protestan dengan Negara.
Pendeta-pendeta yang tiba di Indonesia adalah pegawai Negeri dari pada suatu Pemerintahan yang harus takluk kepada peraturan dan keputusan pemerintah. Oleh karena Gereja itu adalah suatu institusi (badan) yang mempunyai kedaulatan sendiri dalam lingkungannya, maka Pendeta yang secara lahir terikat dan dipengaruhi oleh dan wajib pula menurut dan menjalankan peraturan Gereja dan perintah Agama, maka kedudukan para Pendeta itu manjadi sangat sukar. Sebagai Pendeta mereka harus campur tangan dalam tingkah laku orang-orang Belanda yang beragama Kristen yang menjadi pegawai VOC; tetapi di lain pihak sebagai pegawai VOC mereka harus tunduk dan menurut peraturan dan tidak bisa lepas dari pengaruh para pegawai tinggi VOC yang pada hakekatnya adalah majikannya.
Pemeliharaan rohani yang penyiaran agama dianggap sebagai tugas kewajiban pemerintah yang diwujudkan oleh VOC, tetapi karena VOC itu adalah suatu perserikatan dagang, yang hanya ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, dengan tidak perduli bagaimana cara mendapatkannya, dengan sendirinya pada asasnya tidak sesuai dan bertentangan dengan pendirian kegerejaan dan keagamaan, yang mendambakan kebenaran, kepedulian, kejujuran dan kecintaan (kasih).
Pada tahun 1799, VOC dibubarkan dan segala harta benda termasuk hutang dan urusannya jatuh kepada tangan  pemerintah Belanda sendiri. Segala urusan yang berpautan dengan agama pun masuk ke dalam lingkungan dan tanggungan pemerintahan. Hubungan erat dalam lingkungan dan tanggungan pemerintah. Hubungan yang erat antara pemerintahan dan Gereja dari zaman VOC-diteruskan pula setelah kekuasaan pindah ke tangan pemerintahan ke negeri Belanda.
Paham-paham baru tentang Negara dan Keagamaan (gereja) setelah revolusi di Prancis pada tahun 1780 yang berpengaruh ke negeri belanda, membawa perubahan pandangan mengennai Agama. Mulai tahun 1796 lahirlah paham-paham baru seperti misalnya “bahwa dalam negara tidak boleh diadakan perbedaan dari pihak pemerintah terhadap gereja-gereja”. Peraturan 1798 antara lain menyatakan bahwa “hal kemerdekaan beragama untuk tiap-tiap orang” dan “ hak yang sama bagi sekalian warga negara dengan tidak mengingat akan Agama yang dipeluknya dan Gereja yang diikutinya”. Paham-paham itu dibawa juga ke Indonesia, sehingga dengan demikian memungkinkan golongan lain selain dari pada Gereja Protestan bekerja di Indonesia, seperti terdapat dalam Instruksi Gubernur Jendral. Sebelum instruksi itu di Indonesia hanya kedapatan satu Gereja yaitu: “De Protestantche Kerk in Nederland Indei (Gereja Masehi Protestan), yang menjadi tanggungan pemerintah. Perlu dikemukakan bahwa pada tahun 1791 di Indoensia telah ada Jemaat Protestan Luther yang pada tahun 1835 digabungkan dengan Gereja Masehi Protestan.
Dengan adanya Instruksi Gubernur Jenderal itu, maka di Indonesia diperbolehkan masuk pelbagai aliran agama, diijinkan penyiaran agama oleh golongan-golongan, perhimpunan-perhimpunan atau gereja yang lain dari Gereja Masehi Protestan, Rum Katolik pun dapat memulai pekerjaannya di Indonesia.
BENTUK WUJUD DAN USAHA – USAHA :
Bentuk-bentuk perwujudan yang nampak dari pada kegiatan Agama Kristen, ialah berupa persekutuan (perserikatan) yang berwujud Jemaat (Gereja) atau perserikatan penyiaran (Zending).
            Jemaat Protestan yang pertama didirikan ialah jemaat Jakarta (Jemaat Belanda tahun 1621). Dengan berdirinya Jemaat itu dapatlah dikatakan mulainya Gereja Masehi Protestan. Selanjutnya di tempat-tempat (kota-kota) besar didirikan pula Jemaat-jemaat Belanda Masehi Protestan dalam lingkungan Gereja Masehi Protestan. Disamping jemaat Belanda tersebut, dalam lingkungan Gereja Masehi Protestan itu kedapatan pula Jemaat-Jemaat pribumi, terutama mula-mula untuk orang-orang yang berasal dari Maluku, Gereja Masehi Protestan, yang juga disebut Indische Kerk mempunyai sifat sebagai Gereja Pemerintah, dan sampai tahun 1935 para pendetanya selain digaji juga diangkat, dipindahkan dan sebagainya oleh Pemerintah. Pemerintah Belanda tiap-tiap tahun menyediakan pos dalam Anggaran Belanja Negara untuk keperluan gereja tersebut. Untuk Gereja Rum Katolik pun disediakan pos semacam itu, hanya saja tiada sebesar seperti untuk keperluan Gereja Masehi Protestan. Suatu Kerk-bestuur yang berkedudukan di Jakarta adalah pemusatan pengurus Gereja Masehi Protestan yang mempunyai jemaat yang tersebar di seluruh Indonesia.
            Pandanga tentang “Scheiding tussen Kerk en Staat” (Pemisahan antara Gereja dan Negara (Pemerintah) yang pada tahun 1910 mulai diusahakan, hingga tahun 1942 belum selesai-terlaksana sepenuhnya. Pada tahun 1935 baru dapat diselesaikan pemisahan administrasi (Administrative Scheiding tussen Kerk en Staat) sebagaimana diatur dalam stbl tahun 1935 No. 315). Hal itu berarti bahwa pemerintahan dalam Gereja diserahkan kepada Gereja sendiri, seperti pengangkatan, pemindahan para pendeta. Pemisahan Keuangan (Financiale Scheiding) belum dapat terlaksana dan masih akan diselesaikan.
            Pada permulaan abad ke-19 Missie Rum Katolik diperbolehkan lagi memulai pekerjaannya di Indonesia dengan membentuk satu Apostolis Vicariaat, yakni di Jakarta dan kemudian disusul dengan beberapa daerah lainnya, sehingga pada  tahun 1950 di seluruh Indonesia kedapatan 17 Vikariat dan 2 Prefectuur.
Kecuali dua jenis gereja yang kedapatan tadi itu, masih ada sebuah gereja Inggris di Jakarta dan Gereja Armenia, juga di kota Jakarta, bagi kepentingan Inggris dan Armenia yang ada di kota ini. Riwayat Agama Masehi di Indonesia tidak lengkap apabila tidak disebut juga pekerjaan Zending yang dilakukan oleh pelbagai perserikatan Zending yang datang tidak saja dari Negeri Belanda tetapi juga dari Amerika, Jerman, Swiss dan lain-lain. Oleh karena itu pekerjaan mereka itu maka samping Jemaat Gereja Protestan tumbuhlah Jemaat-Jemaat lain.
Pekerjaan Zending yang mula-mula bekerja di Indonesia adalah “Het Nederlandsch Zendeling Genootschap,” yang didirikan pada tahun 1707 di Rotterdam dan memilih lapangan pekerjaannya di Jawa (Jawa Timur), Sumatra Utara (Karo) dan Sulawesi Utara (Bolang Mongondow dan Poso). Wujud yang berhubungan dengan hal ini dapat dibagi beberapa bentuk, yakni:
a.      Perserikatan-perserikatan Zending;
b.      Jemaat-Jemaat Zending;
c.      Gereja-gereja yang berdiri sendiri;
d.      Perhimpunan-perhimpunan dan pergerakan-pergerakan lainnya.
Pembagian seperti ini mungkin dirasakan kurang tepat di dalam istilah gereja dan keagamaan, yang dalam semua bentuk, cara dan usaha hanya mengenal suatu nilai saja, yakni: “Mengabarkan berita kesukaan”. Pembagian tersebut dianggap sebagai pandangan yang objektif.
1.      Perserikatan-perserikatan Zending:
Pada masa-masa permulaan Perserikatan Zending di Indonesia tidak terdapat perhatian yang selayaknya dari pihak pemerintah Hindia Belanda bahkan mendapat perlakuan yang kurang baik. Sikap pemerintah kemudian barubah, tatkala telah dapat dipetik hasil usaha mereka dalam lapangan kemasyarakatan seperti kesehatan, pendidikan/pengajaran.          
Pusat-pusat pengurus perserikatan tersebut pada umumnya berada di luar Inodenesia. Kegiatan Perserikatan Zending di Indonesia terlihat dalam 3 fase, yaitu :
a)      Pekabaran Injil;
b)      Kesehatan;
c)      Pendidikan/Pengajaran.
Pada umumnya usaha kesehatan dan pengajaran itu diselenggarakan oleh organisasi/yayasan yang bersifat Badan Hukum sendiri, yang terpisah dari pokoknya, yakni Perserikatan itu sendiri, seperti: Medisch School Committee atau School Vereeniging, yang dapat berhubungan langsung dengan Pemerintah dan mempunyai tanggung jawab sendiri.
2.      Jemaat-Jemaat Zending:
Usaha pekabaran Injil menuju kepada pendirian Jemaat-jemaat dan atau Gereja-gereja memerlukan ketekunan dan waktu yang cukup lama. Sampai tahun 1942 masih banyak terdapat jemaat-jemaat Zending yang belum mempunyai pimpinan sendiri, tetapi diurus oleh Zending. Mereka itu belum dewasa, belum diintitueer (dilembagakan) sebagai Gereja, belum menjadi Gereja yang berdiri sendiri (Zelf-Standig). Mereka masih mempunyai hubungan matereel dan geestelijk (materi dan rohani) dengan Zending.

3.      Gereja Jemaat yang berdiri sendiri:
Tatkala Zending telah menganggap bahwa ada jemaat-jemaat (Gereja-gereja) yang telah berdiri sendiri (mengurus diri sendiri, mengembangkan diri sendiri dan membiayai diri sendiri (zelf regering, zelfuitbreiding, zelbekostiging), maka mulailah tinggal gereja yang berdiri sendiri (zelstandige kerken) di Indonesia. Seperti Gereja Jawa Timur (Oost Javaansche Kerk) dari Nederlandsche Zending Genootschap; dan Java Committee; Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Sumatera Utara, dari Rheinische Mission Gezelschaft; Jemaat Gereja Jawa Gereformeerd di daerah zending der Gereformeerde Kerken Jawa Tengah-Selatan; Gereja Jawa Barat (Gereja Pasundan – West Javaasche Kerk), di Jawa Barat Nederlandsch Zending-vereeniging; Gereja Jawa Tengah Utara di daerah Bond van Zendelingen der Salatiga Zending; Gereja Jawa Tata Injil (Baptis) di daerah Doopgezinde Zendingvereeniging; Jepara, Kudus, Pati; Gereja Nias di Gunungsitoli, daerah Reinisch Mission Geszelschaft; Gereja yang berdiri sendiri di Borneo (Kalimantan) daerah Basler Mission Gezelschaft; Gereja-gereja Tiong Hoa (Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee) di daerah-daerah Zending terutama di Pulau jawa.

4.      Perhimpunan dan pergerakan lainnya :
Bebebrapa perhimpunan dan pergerakan lainnya dapat dikemukakan beberapa nama, seperti Leger des Heils (Bala Keselamatan), yang banyak juga bekerja dilapangan kemasyarakatan; Golongan Pentakosta (Pinksterkerk, Pinksterzending, Pinkstervreugd, Pinksterbeweging). Advent-zendinggemeente in de Eenheid der Apostelen. Dan masih banyak bentuk gerakan dan usaha-usaha lainnya yang tidak akan disebut satu persatu.
Sumber: F. Ritonga, Memahami Keberadaan Agama/Umat Kristen Protestan di Tengah-tengtah tugas Pelayanan Pemerintah, Proyek Penerangan-Bimbingan dan Da’wah/Khotbah Agama Protestan Departemen Agama RI, Jakarta, 1984.

Tidak ada komentar:

Kata kata

Cintailah seseorang sepenuhnya, termasuk kekurangannya, dan suatu saat kamu akan pantas mendapatkan yang terbaik darinya.

SESUATU YANG BERHARGA

Terkadang, Tuhan menghilangkan sesuatu yang sangat berarti dari genggamanmu, agar kamu menyadari kesalahan dan berubah menjadi lebih baik.