A. SAKRAMEN BAPTISAN KUDUS
Baptisan merupakan salah
satu sakramen yang diakui dan dilaksanakan oleh gereja sampai saat ini. Baptisan adalah
tanda atau meterai dimana orang-orang percaya ada di dalam persekutuan dengan
Allah di dalam Yesus Kristus. Baptisan
itu juga diberikan oleh Allah sendiri, sebagai ganti dari sunat dalam
Perjanjian Lama, dimana sunat dalam Perjanjian Lama diperintahkan oleh Allah
sendiri kepada umat pilihan-Nya. Sunat diberikan
sebagai tanda persekutuan Allah dengan umat-Nya.
F. D. Wellem mengatakan bahwa: Baptisan merupakan salah satu sakramen yang
diperintahkan kristus untuk dilaksanakan gereja-Nya. Dalam Perjanjian Lama,
orang Yahudi menggunakan sunat sebagai tanda perjanjian antara Tuhan Allah dan
umat Israel. Dalam Perjanjian Baru, sunat diganti dengan baptisan. Dengan
baptisan, orang yang percaya diasingkan dari orangyang tidak percaya dan ia
dipersatukan dengan Kristus dan oleh-Nya dengan Allah Bapa dan dengan Roh
Kudus. Baptisan adalah tanda yang mempersatukan seseorang yang percaya dengan
Allah Tritunggal. Seseorang yang dibaptis telah menjadi milik Kristus.[1]
Baptisan
ini diamanatkan oleh Tuhan Yesus sebelum Ia naik ke surga, dengan berkata “Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19-20).
Dalam Injil Markus dikatakan juga “Siapa yang percaya dan dibaptis akan
diselamatkan, tetapi siapa yang tidak dipercaya akan dihukum” (Mrk.
16:16). Dari ayat ini jika dilihat
secara sepintas sepertinya Baptisan itu menyelamatkan, tetapi sesungguhnya tidaklah
demikian. Baptisan hanyalah tanda dan
meterai dimana sebagai umat Allah, harus dimeteraikan di dalam Dia. Tuhan Yesus menetapkan baptisan ini sesuai
dengan ketetapn-Nya.
Yohanes Calvin menyatakan bahwa baptisan
adalah tanda bahwa kita diterima masuk ke dalam persekutuan Gereja, supaya
setelah kita ditanamkan di dalam Kristus, kita terhisab dalam anak-anak Allah.
Baptisan itu diberikan Allah kepada kita dengan tujuan yang, seperti
telah saya ajarkan, sama untuk semua sakramen:
Yaitu pertama untuk membantu iman kita dalam hubungan dengan Dia,
selanjutnya untuk membantu pengakuan iman itu dalam hubungan dengan manusia.[2]
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa baptisan itu diberikan
oleh Allah sendiri kepada Gereja-Nya, dengan tujuan supaya setiap anak-anak
Tuhan diterima kepada persekutuan dengan Allah.
Sehingga dengan adanya baptisan itu maka iman anak-anak Tuhan semakin
kuat dan semakin teguh. Maka dengan
melalui hal ini orang-orang percaya tidak perlu meragukan lagi tentang Sakramen
ini apakah dari Allah atau tidak sebab Firman Tuhan sendirilah yang menyatakan
itu. Oleh karena itu,
Martin Luther menyatakan bahwa karena itu kita
hendaknya tidak ragu-ragu apakah Baptisan itu memang berasal dari Allah. Baptisan bukanlah hasil pikiran dan khayalan
manusia. Sebab, sebagaimana saya dapat
mengatakan bahwa kesepuluh Firman, Pengakuan Iman dan Doa Bapa Kami bukanlah
rekaan manusia, melainkan diwahyukan dan diberikan kepada kita oleh Allah, maka
saya juga dapat menjunjung tinggi Baptisan.
Baptisan bukanlah kata-kata manusia belaka, melainkan telah ditetapkan
oleh Allah sendiri. Lagi pula, Ia telah
memberi perintah yang sungguh-sungguh dan tegas agar kita dibaptis, atau jika
tidak, kita tidak akan menerima kesukaan kekal.[3]
Maksudnya
ialah bahwa adanya baptisan ini bukan karena hasil pikiran serta khayalan
manusia melainkan baptisan adalah ketetapan Allah sendiri dan Allah sangat
menegaskan baptisan ini sebab jika tidak dibaptis maka tidak akan memperoleh
bagian dalam kerajaan surga. Baptisan ini
pertama kali dikumandangkan oleh Yohanes pembaptis, sebab dialah yang diutus
Allah untuk membuka jalan bagi kedatangan Juruselamat yaitu Yesus Kristus. Baptisan yang dilakukan oleh Yohanes ini
dilakukannya dengan air, dan air itu sebagai simbol atau tanda.
Baptisan Yohanes ini berbeda dengan baptisan yang dilakukan oleh Yesus
Kristus. Yohanes membaptis dengan air
sedangkan
Kristus membaptis dengan Roh Kudus. Harold
M. Freligh menyatakan bahwa baptisan Roh Kudus: “Ia (Yesus) akan
membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api” (Mat. 3:11).[4] Artinya bahwa di dalam Injil Matius sangat
jelas dikatakan bahwa Kristus membaptis umat-Nya dengan Roh Kudus. Oleh karena itu, Baptisan ini tidak perlu
diragu-ragukan, sebab baptisan ini diperintahkan oleh Yesus Kristus.
Starr Meader menyatakan baptisan adalah pembasuhan dengan air di dalam nama Bapa,
Anak dan Roh Kudus, yang merupakan sebuah tanda dan meterai bahwa anak-anak Tuhan dipersatukan
dengan Kristus, mereka menerima manfaat-manfaat dari Perjanjian anugerah dan bahwa mereka terikat menjadi
milik Tuhan.[5]
Maksudnya
adalah bahwa
setiap orang yang dibaptis dengan air harus dibaptis di dalam nama Allah Bapa,
Allah Anak dan Allah Roh Kudus, bukan di dalam nama manusia biasa atau pendeta dan lain sebagainya. Melalui baptisanlah orang dimeteraikan
bahwa Ia termasuk dalam keluarga Allah yaitu Gereja-Nya. Stephen Tong menyatakan bahwa beberapa
aspek lain yang menyatakan hal yang khusus mengenai peranan ketiga Pribadi di
dalam Allah Tritunggal nampak di dalam Baptisan. Baptisan orang Kristen di
lakukan dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.[6] Hal ini sangatlah jelas bahwa Orang yang
percaya kepada Allah akan dimeteraikan atau dibaptiskan melalui Allah
Tritunggal yaitu Allah Bapa, Allah Putra (Yesus Kristus) dan Allah Roh
Kudus. A. A. Hodge to said, We believe that the command to
baptize is precisely and only a command to was with water as a symbol of
spiritual regeneration and cleaning into the name of the Father, and of the
Son, and of the Holy Ghost.[7] (Kita percaya bahwa perintah untuk membaptis
dengan tepat dan hanya perintah dengan menggunakan air sebagai lambang untuk pembersihan dan
perbuatan rohani dalam nama Bapa, dan Putra,
dan Roh Kudus). Air adalah sesuatu yang berguna untuk membersihkan
tubuh dari kotoran, Oleh karena itu sebagaimana tubuh dibersihkan oleh air demikianlah jiwa
orang percaya yang telah tercemar oleh dosa perlu dibersihkan. Walaupun hanya
menggunakan air sebagai lambang, tetapi mempunyai arti bahwa orang tersebut
memperoleh penyucian dosa dan pengampunan dosa, karena air itu adalah lambang
darah Kristus yang tercurah di bukit Golgota.
Karena itu melalui baptisan itu juga maka janji dari Allah semakin diteguhkan
melalui alat karunia ini bahwa umat-Nya menjadi milik Tuhan dan ada di dalam
persekutuan-Nya.
Martin Luther menyatakan bahwa Baptisan
bukanlah air biasa saja, melainkan air yang terkandung dalam firman dan
perintah Allah, serta dikuduskan oleh-Nya.
Dengan demikian Baptisan tidak lain daripada air Allah sendiri – bukan
karena air itu sendiri lebih istimewa daripada segala jenis air yang lain,
tetapi karena Firman dan perintah Allah menyertainya.[8]
Air
adalah unsur yang dipakai untuk membaptis setiap orang yang percaya. Seperti Yesus Kristus sendiri juga dibaptis
dengan air. Baptisan disertai dengan Firman dan perintah Allah, maka janganlah
menghina akan baptisan dan melemparkan ocehan bahwa baptisan dengan air tidak
berarti dan sia-sia. Memang air yang
dipakai itu adalah air biasa, tidak berbeda dengan air yang sering dilihat,
yang dipakai untuk masak, mandi, minum, mencuci, dan untuk hal-hal lain. Tetapi air yang dipakai untuk baptisan
menjadi sangat istimewah karena disertai dengan Firman dan perintah Allah dan
nama-Nya (Allah Tritunggal). Dan juga karena
ada sesuatu yang mulia yang mengikutinya atau menyertainya karena di dalam
baptisan itu Allah memeteraikan janji-Nya.
Oleh karena itu, Firman dan baptisan ini tidak bisa dipisahkan, karena
merupakan harta yang berharga dan nilainya yang terkandung begitu besar, karena
ditetapkan oleh Allah sendiri. William
W. Menzies & Stanley M. Horton menyatakan bahwa baptisan air adalah
upacara yang melambangkan permulaan hidup rohani. Ini merupakan pernyataan di depan umum bahwa
kita menjadi satu dengan Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, karena
kedua-Nya memungkinkan hidup baru kita di dalam Dia (lih. Rm. 6:1-4).[9] Maksudnya ialah bahwa ketika kita dibaptis
dalam nama Allah Tritunggal, ini berarti bahwa kita mulai hidup baru yaitu
hidup yang sesuai dengan kehendak Allah.
Dan juga dengan baptisan ini kita menjadi satu di dalam tubuh Yesus
Kristus.
J. L. Ch. Abineno menyatakan bahwa baptisan
adalah suatu kesaksian, atau lebih tepat, suatu manifestasi dan suatu meterai
yang kelihatan dari pemberian Kristus sebagai Mesias. Ia bukan saja memimpin kepada Gereja (dan
kepada Perjamuan Malam), seperti yang kita sangkakan, tetapi lebih daripada
itu. Ia mempresentir keselamatan yang
terkandung di dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Siapa yang dibaptis mendapat bagian di dalam
keselamatan yang terkandung dalam kematian dan kebangkitan Kristus.[10]
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa baptisan suatu
meterai yang kelihatan yang diberikan oleh Allah sendiri. Dan orang yang telah dibaptis tersebut akan
mendapat hidup yang baru, yaitu bahwa ia akan menanggalkan manusia
lamanya. Karena baptisan ini berdasarkan
atas kematiaan Yesus Kristus, yang disalibkan menderita, mati dan dikuburkan
serta bangkit kembali. Oleh karena itu,
Orang yang dibaptiskan menjadi manusia yang baru yang telah dilahirkan kembali
oleh air dan Roh (Yoh. 3:4). Kelahiran
kembali dikerjakan oleh Roh Kudus supaya orang yang mendengar Injil keselamatan
itu bertobat dan percaya, dilahirkan kembali dan mengenakan manusia yang baru
sebagai ciptaan yang baru. Oleh karena
siapa yang ada di dalam Kristus ia adalah ciptaan yang baru (I Kor. 5:17). Baptisan merupakan suatu kesaksian di dalam
hidup Gereja, supaya melalui baptisan itu janji Allah kepada umat-Nya akan
semakin jelas diperoleh untuk menjadi milik Gereja-Nya atau umat-Nya. Baptisan juga merupakan hidup orang itu yang
dahulunya penuh dengan kecemaran, melakukan segala hal yang bertentangn dengan
kehendak Tuhan dan menyembah berhala, dimatikan, dan ia dipanggil oleh Injil
melalui kuasa Roh Kudus sehingga mengakui bahwa Kristus akan menyucikan segala
dosanya sehingga ia menjadi manusia yang baru.
Seseorang yang ingin dibaptis haruslah dengan sungguh-sungguh, menyesali
akan dosanya, dan pertobatan itu harus lahir dari hati (secara khususnya bagi
yang dewasa). Tetapi bayi dan anak-anak
akan mendapat bimbingan dari orang tua, sampai mereka besar dan diteguhkan
dengan cara mereka mengakui iman mereka di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya dan
mengakui baptisan yang mereka terima sewaktu anak-anak dan mereka siap untuk
bertanggungjawab sebagai anggota tubuh Kristus. Herman Hoeksema to said, That baptism signifies indeed much more than
the washing away of our sins, although this benefit of salvation is always
fundamental is also plain from the doctrinal part of the form for the
administration of Baptism. There indeed
it is said that holy baptism "witnesseth and sealeth unto us the washing
away of our sins through Jesus Christ. [11]
(Baptisan menandakan jauh untuk menyucikan dosa kita, walaupun manfaat keselamatan
ini selalu pokok juga sederhana dari
yang berkenaan dengan doktrin bagian dari format untuk administrasi Baptisan.
Di sana tentu saja baptisan kudus kesaksian dan perubahan bagi kita menyucikan
dosa kita melalui Yesus Kristus).
Maksudnya ialah baptisan adalah suatu tanda bahwa umat-Nya telah
dicucikan dosanya melalui darah Yesus Kristus.
Yesus Kristus menyucikan kita dari dosa melalui darah-Nya yang
dicurahkan di atas kayu salib.
R. J. Porter menyatakan baptisan menandakan
bahwa kita telah menjadi milik Allah, kita dipersatukan dengan Tuhan Yesus
dalam kematian dan kebangkitan, dan karena itu kita masuk dalam persekutuan
dengan Bapak, Anak dan Roh Kudus.
Baptisan adalah pertanda hidup baru yang diciptakan oleh Roh Kudus dalam
diri kita. Kita diselamatkan oleh iman
dan baptisan menandakan keselamatan itu dan penyucian dari dosa. Melalui baptisan kita dimasukkan ke dalam
pola ketaatan baru, yaitu hidup yang memulia nama Tuhan.[12]
Maksudnya ialah bahwa dengan adanya baptisan
maka yang dibaptis tersebut itu menandakan bahwa ia telah menjadi milik
Kristus. Karena Kristus telah membawa ia
dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib atau dari manusia lama kepada
manusia yang baru. Semua ini hanya dapat
dikerjakan oleh Roh Kudus supaya orang yang dibaptis memperoleh hidup yang baru
dan melalui baptisan itu ia mendapat jaminan atau tanda bahwa penyucian akan
dosanya melalui darah Yesus Kristus telah diperolehnya. Sehingga janji keselamatan itu semakin
diteguhkan kepadanya. Dan nama-Nya
dipermuliakan dari selama-lamanya sampai selamanya, karena segala hormat dan
kemuliaan hanya kepada Dia saja dipanjatkan oleh umat-Nya.
Air adalah suatu unsur yang dipakai dalam
baptisan. Air ini melambangkan darah
Kristus yang telah dicurahkan untuk penebusan umat-Nya. Air ini dipakai untuk membasuh umat-Nya
dengan cara menenggelamkan, memercik.
Air ini adalah air biasa yang dipakai untuk membasuh atau membersihkan
kotoran di atas tubuh. Demikian juga air
yang melambang darah Kristus, menyucikan atau membersikan umat-Nya dari dosa
secara rohani oleh Roh Kudus, dengan membersihkan dosa mereka maka mereka akan
memperoleh kelahiran kembali. Sehingga
mereka yang patut mendapat murka Allah telah dicucikan sehingga menjadi
umat-Nya, yang dulunya adalah anak-anak murka, sekarang adalah anak-anak Allah
oleh karena darah Kristus, karena apa yang sudah dicucikan Kristus tidak
sia-sia.
Dj Zandbergen menyatakan
bahwa jikalau air adalah tanda, maka yang ditandai olehnya adalah darah
Kristus. Ia menumpahkan untuk membayar
dosa kita. Lebih tepat rumusan yang
berikut: sama seperti air menghapus kotoran dari badan kita demikian juga darah
dan Roh Kristus membersihkan kita dari dosa.
Darah adalah segala penderitaan Kristus serta kematian-Nya di kayu
salib. Ia menanggung hukuman kita;
dengan demikian Ia melunaskan kesalahan dan hutang kita. Darah membersihkan kita. Itulah pembenaran kita. Roh-Nya memperbaharui kita dan memberikan
kehidupan baru kepada kita. Makin lama
makin lebih Ia meniadakan kecemaran dosa pula.
Itulah pengudusan.[13]
Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa
Air adalah tanda darah Kristus, karena melalui darah Kristuslah Ia menyucikan
umat-Nya. Dan Baptisan ini juga
melambangkan penyatuan orang percaya dengan Kristus dalam kematian, penguburan
dan kebangkitannya. Darah Kristus yang
mahal itulah yang memercikkan mereka supaya mereka memperoleh penyucian atau
pengudusan. Darah Kristus ibaratkan Laut
merah yang harus dilintasi untuk luput dari penindasan Firaum. Firaum ini adalah Iblis dan bukit-bukit di
samping kiri dan kanan adalah kecemaran dan permasalahan-permasalahan. Sedangkan Laut Merah adalah darah Kristus
yang harus dilintasi untuk menuju ke Firdaus, hidup yang kekal, atau tanah
Kanaan Rohani.
Henry C. Thiessen menyatakan
bahwa Baptisan bukan saja melambangkan penyatuan orang yang bertobat dengan
Kristus, Baptisan juga merupakan sarana lahiriah untuk menyatakan bahwa orang
yang bertobat itu sudah diterima menjadi anggota lokal. Pada waktu ia menjadi anggota tubuh Kristus,
ia juga harus menghubungkan diri dengan jemaat lokal. Bila seseorang menanggapi panggilan
keselamatan, maka sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang percaya di
Perjanjian Baru, ia harus dibaptis dan secara resmi menjadi anggota masyarakat
Kristen (Kis. 2:41).[14]
Mereka yang telah dibaptis
telah dimeteraikan bahwa mereka adalah milik Tuhan. Dan mereka yang telah dibaptis harus
memperbaharui hidupnya melalui kuat kuasa Roh Kudus, karena mereka akan
mengalami peperangan iman, untuk melawan Firaun yaitu iblis yang akan selalu
merintangi mereka di sepanjang perjalanan.
Maksudnya ialah bahwa Baptisan adalah suatu sarana atau alat yang
dipakai untuk memeteraikan orang yang percaya kepada Kristus untuk menjadi
Gereja-Nya. Dan melalui Baptisan juga ia
ditetapkan untuk menjadi anggota Gereja yang berada dibawah perjanjian
Allah. Baptisan ini terjadi terus
menerus walaupun tidak lagi dipercik dengan air. Maksudnya bahwa orang yang telah dibaptiskan
harus terus menerus mematikan manusia lamanya dan perlu pertobatan secara
terus-menerus.
Derek Prime
menyatakan Baptisan adalah tindakan yang menandakan murid yang taat. Baptisan ditetapkan oleh Kristus dan
dilaksanakan dalam nama Tritunggal.
Baptisan melambangkan pertobatan, iman kepada Tuhan Yesus Kristus,
pengakuan akan keTuhan-an-Nya. Penerimaan
ke dalam keluarga Allah, turut menerima semua berkat kematian dan kebangkitan
Yesus Kristus dan melambangkan keinginan untuk memulai hidup baru oleh kekuatan
Roh Kudus.[15]
Pendapat di atas menjelaskan
bahwa Tuhan Yesus memerintahkan murid-muridnya untuk membaptis orang yang
percaya kepada-Nya di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Para Murid-Nya melaksanakan perintah tersebut
dan membaptis banyak orang. Kristus
sendiri yang memerintah dan menetapkan mereka untuk membaptis orang yang
percaya kepada-Nya. Dan sesudah
murid-murid-Nya, Kristus memakai hamba-hamba-Nya untuk membaptis orang. Pelayan Firman Tuhan berhak untuk membaptis setiap
orang yang mau mengikut Yesus dan mengakui Dia sebagai Juruselamatnya. Pelayan
Firman Tuhan atau Gembala Sidang ini harus ditahbiskan oleh Sinode setempat dan
barulah Gembala Sidang membaptis orang.
R. J. Porter menyatakan bahwa seorang dibaptiskan hanya satu kali. Ia dibaptiskan atas pengakuan iman, atau
sebagai anak dari orang tua yang sudah mengaku iman mereka. Baptisan adalah tanda masuk umat Kristen. Orang dibaptis sesuai perintah Tuhan Yesus
sendiri (Mat. 28:19-20).[16] Maksudnya ialah bahwa seseorang yang dibaptis
cukup sekali saja tidak perlu membaptis berulang-ulang kali. Tetapi ada aliran yang membaptis ulang,
karena menurut mereka bahwa orang yang dibaptis pertama belum berubah maka ia
harus dibaptis lagi dengan baptisan Roh Kudus.
Ada juga yang lain mengatakan bahwa baptisan anak tidak dipakai jadi
yang dipakai adalah baptisan dewasa, sehingga seseorang yang sudah dibaptis
sejak kecil harus dibaptis ulang karena belum sah. Ini sebenarnya mempermainkan nama Allah
Tritunggal, karena nama yang dipakai adalah satu nama, Allah Tritunggal. Sehingga tidak perlu untuk membaptis yang
kedua kalinya karena itu tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
B.
SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS
Perjamuan kudus adalah tanda dan meterai
keselamatan yang mempersatukan orang percaya dengan tubuh dan darah Kristus. M. Bous
Storm mengatakan bahwa Perjamuan Kudus merupakan tanda dan materai,
bahwa kita sudah diselamatkan oleh kasih
Allah, yang nyata dalam kematian dan kebangkitan Kristus, dan perjamuan itu
sudah membayangkan kepada kita, bahwa nanti kita juga boleh duduk pada meja
perjamuan dalam Kerajaan Allah.[17]
Perjamuan
Kudus ini mempunyai gambaran di Perjanjian Lama yaitu orang Israel melaksanakan
perayaan Paskah. Paskah dalam Perjanjian
Lama merupakan perayaan umat Israel untuk memperingati suatu peristiwa yaitu
bahwa Allah telah membebaskan mereka dari tanah perbudakan dan membawa mereka
ke tanah perjanjian yakni tanah Kanaan. C. J. Den Heyer menyatakan bahwa malam
Paskah memberikan arah balik pada masa lampau yaitu pada peristiwa keluaran
Israel dari perhambaannya di Mesir.[18] Dalam merayakan paskah ini mereka
mempersembahkan korban kepada Allah sebagai korban pendamaian, agar dosa mereka
disucikan dan mendapat pengampunan dari Allah.
Sehingga Allah menerima mereka kembali sebagai umat-Nya dan bersekutu
dengan Dia. Dan dengan melaksanakan
makan Paskah ini mereka memperingatinya, karena Tuhan sendiri memerintahkan hal
tersebut, agar mereka merayakan turun-temurun.
Dari Paskah ini menjadi Perjamuan Kudus bagi orang-orang Kristen, oleh
karena Kristus telah membebaskan umat-Nya dari belenggu dosa.
Louis
Berkhof menyatakan Perjanjian Baru melihat Perjamuan Paskah itu
sebagai model ( I Kor. 5:7), sehingga
dengan demikian Perjanjian Baru bukan sekedar melihatnya sebagai peringatan
akan pembebasan dari Mesir, tetapi juga merupakan lambang dan meterai dari
pembebasan atas belenggu dosa dan persekutuan dengan Tuhan dalam Mesias yang
dijanjikan. Perjamuan itu berkaitan
dengan makan Paskah yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dan kemudian menjadi
Perjamuan Kudus. Dengan tetap memakai
elemen dalam perjamuan Paskah itu, Tuhan Yesus memulai satu tradisi yang sangat
alamiah.[19]
Maksudnya ialah Perjamuan Kudus wajib dilaksanakan,
sebagaimana perjamuan Paskah wajib dilaksanakan oleh umat Israel secara turun
temurun. Demikian juga dengan Perjamuan
Kudus harus dilaksanakan oleh setiap orang percaya, yang dengan kesadaran haus
dan lapar akan sakramen tersebut. Tidak
boleh menganggap remeh Perjamuan Kudus ini, tidak boleh memandangnya hanya dari
segi lahiriah saja, tetapi sakramen Perjamuan Kudus mempunyai nilai yang
terkandung di dalamnya. Tuhan Yesus
Kristus menetapkan Perjamuan Kudus ini agar terus dilaksanakan, pastilah
memiliki maksud dan tujuan. Ketika
melaksanakan Perjamuan malam dengan murid-Nya, Ia mengatakan bahwa ini adalah
lakukanlah ini sebagai peringatan akan kematiaan-Ku di kayu salib untuk
membebaskan atau menyelamatkan umat-Nya yang berdosa.
J. Vekuyl menyatakan bahwa pertama, Perjamuan
Kudus adalah suatu perjamuan peringatan. Yesus menghendaki kita memperingati
Dia dengan menggunakan tanda-tanda yang berupa roti dan anggur. Kita memperingati kematian Yesus. Roti yang dipecah-pecahkan dan anggur yang
dituangkan itu menggambarkan kematian Yesus.... Kedua, Perjamuan Kudus adalah
suatu perjamuan persekutuan dan Yesus yang dimuliakan dan dirayakan dengan
Roh-Nya. Di situ makan dan minum
berlangsung dalam persekutuan dengan Yesus.
Persekutuan itu tidak kelihatan tidak dapat diraba. Persekutuan itu bersifat rohani.[20]
Dari pendapat di atas dijelaskan bahwa Perjamuan Kudus itu diadakan
untuk memperingati kematian Yesus. Untuk
memperingati hal tersebut maka digunakan unsur berupa roti dan anggur, sesuai
dengan pernyataan Kristus. Kristus sendiri yang menetapkan unsur yang dipakai
dalam Perjamuan Kudus, bukan hasil pikiran dari manusia mengenai diadakan unsur
itu. Unsur itu dipakai untuk mengingat
bagaimana Ia memberikan tubuh-Nya untuk dikorbankan, dan darah-Nya dicurahkan
untuk menyucikan umat-Nya dari dosa. Zacharias Ursinus, The wine is separated from the bread to signity the violence of His
death, when His blood was split and separated from His body[21] (Anggur terpisah dari
roti menandakan bahwa betapa dasyatnya kematian Kristus, dan ketika darah-Nya
di tumpakan dan itu terpisah dari tubuh-Nya). Roti dan
anggur adalah simbol bagi tubuh dan darah Kristus yang telah mati di atas kayu
salib demi dan untuk menebus umat kepunyaan.
Dan setiap orang percaya yang memakan roti dan anggur tersebut berarti
ia sedang memperingati kematian Kristus.
Serta merenungkan kematian Kristus itu dalam segala aspek kehidupannya
sebab oleh karena dosa umat-Nya maka Ia rela sengsara dan mati di atas kayu
salib.
William W. Menzies & Stanley M. Horton menyatakan
bahwa Perjamuan Kudus yang menurut perintah Yesus harus sering diulangi hingga
kedatangan-Nya yang kedua. Mempunyai
beberapa nilai dan hubungan-Nya dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang
akan datang. Perjamuan Kudus itu
merupakan peringatan, mengandung pelajaran, dan memberikan inspirasi; Perjamuan
Kudus meningkatkan ucapan syukur dan persekutuan; persekutuan kudus memberitahukan
perjanjian baru; dan mengandung tanggung jawab.[22]
Maksudnya ialah Perjamuan Kudus diadakan bukan hanya sekali
saja, atau terakhir dirayakan oleh Tuhan Yesus Kristus bersama
murid-murid-Nya. Tetapi Perjamuan Kudus
harus dilaksanakan berulang atau terus-menerus,
sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh Denominasi Gereja. Perjamuan Kudus mempunyai nilai yang
terkandung di dalamnya karena merupakan alat karunia yang dipakai Allah. Perjamuan Kudus mempunyai hubungan dengan
masa lalu, yaitu bahwa Tuhan telah membebaskan umat-Nya dari tanah perbudakan.
Masa sekarang, Kristus sudah memberikan tubuh-Nya sebagai korban yang sempurna
di atas kayu salib. Masa yang akan
datang supaya umat-Nya mendapat hidup yang kekal. Karena Perjamuan Kudus merupakan alat karunia
yang dipakai oleh Allah melalui pekerjaan Roh Kudus, untuk penerapan di dalam
hidup dan hati umat-Nya.
H. Hadiwijono
menyatakan demikianlah Perjamuan Kudus yang menjadi alat keselamatan tadi
memberikan kepada kita karunia-karunia Kristus.
Dan oleh karena Perjamuan Kudus juga memjadi makanan dan minuman, maka
perjamuan Kudus itu pada waktu-waktu tertentu harus kita terima, dan harus
menyertai kita di sepanjang hidup kita hingga kedatangan Kristus.[23]
Maksudnya ialah bahwa yang terkandung dalam Perjamuan Kudus adalah bahwa
umat-Nya akan memperoleh karunia-karunia Kristus, supaya apa yang Kristus
peroleh, diperoleh juga oleh umat-Nya sebab umat tebusan-Nya berada di dalam
Kristus. Dan melalui Perjamuan Kudus
maka janji itu akan semakin diteguh, dengan dimeteraikan oleh Roh Kudus di
dalam hati dan hidup umat-Nya. Perjamuan
Kudus harus dilaksanakan sampai Tuhan Yesus datang kembali yang kedua kalinya.
G. H. Kersten to said, The Lord Jesus Instituted the Lord's Supper in the same night
in which He was betrayed. All the
evangelists tell us this, except John.
He tells of Jesus washing the disciples feet, but not of the institution
of the sacrament (Matt 26:28; mark. 14:22-24; Luke 22:19,20). Paul also speaks of it, having received a
special instruction of the Lord's Supper, "For I have received of the Lord
that which also I delivered unto you, that the Lord Jesus the same night in
which He was betrayed took bread, etc. ( I Cor. 11:23-25).[24]
(Tuhan Yesus Memulai Perjamuan malam
Tuhan di dalam malam yang sama di mana Ia telah dikhianati. Semua pengabar
Injil ceritakan kepada kita hal ini, kecuali Yohanes. Ia menceritakan Yesus
yang mencuci kaki para murid itu, tetapi
bukan institusi sakramen itu ( Mat. 26:28; Mark. 14:22-24; Luk.
22:19,20). Paulus juga berbicara tentang hal itu, setelah diterima suatu
instruksi yang khusus dari Perjamuan malam Tuhan, " Sebab aku sudah terima
dari Tuhan yang juga aku teruskan bagi kamu, bahwa Tuhan Yesus malam yang sama
di mana Ia telah dikhianati mengambil roti, dan lain lain (1 Kor. 11:23-25).
Untuk memahami atau mengetahui bahwa yang mengadakan
Perjamuan Kudus itu adalah Tuhan Yesus sendiri.
Dalam Mat. 26:18, dikatakan bahwa Yesus sendiri yang mengadakan
Perjamuan Malam atau Perjamuan Kudus.
Dan Ia yang mengundang umat-Nya agar mereka datang ke
Perjamuan-Nya. Ia mengundang umat-Nya
supaya mereka datang bersekutu bersama-sama dengan-Nya. Datang umat-Nya untuk mengikuti Perjamuan
Kudus bukan dari keinginan diri sendri atau inisiatif umat-Nya, tetapi yang
mengundang adalah Tuhan Yesus sendiri
G. I. Williamson menyatakan bahwa Perjamuan
Kudus adalah suatu sakramen dimana dengan memberi dan menerima roti dan anggur
sesuai dengan ketetapan Kristus, kematian-Nya diberitakan; dan orang yang
menerimanya dengan cara yang layak, bukan secara jasmaniah atau kedagingan,
melainkan melalui iman dijadikan berbagian di dalam tubuh dan darah-Nya, dengan
semua berkat-berkat dari-Nya. Dengan
demikian mereka mendapatkan makanan rohani dan bertumbuh dalam anugerah.[25]
Menerima kemudian makan dan minum roti dan anggur berarti umat-Nya
memberitakan kematian-Nya kepada setiap orang yang ikut dalam Perjamuan Kudus
tersebut. Umat-Nya akan memperingati
bagaimana Kristus telah memberikan tubuh-Nya dan darah-Nya untuk mereka. Mereka datang ke Perjamuan Kudus untuk
bersekutu dengan Dia karena Kristus telah membeli mereka dengan darah-Nya yang
mahal. Tetapi harus berhati-hati karena
Yudas juga ikut dalam Perjamuan Kudus.
Ini menunjukkan adanya orang yang munafik yang ikut Perjamuan Kudus,
yang melayakkan dirinya untuk ikut tetapi dengan kesombongan mereka datang dan
mengambil Perjamuan Kudus. Dan disetiap
Gereja orang munafik yang ikut Perjamuan Kudus ada di dalamnya. Orang yang sungguh ikut dalam Perjamuan Kudus
adalah orang yang sudah menguji dirinya dan mengakui tubuh dan darah Kristus
yang menyelamatkan mereka dari dosa.
Karena tanpa pengorbanan darah maka tidak ada pengampunan dosa. Menerima Perjamuan Kudus haruslah dengan iman
dan hati yang hancur, supaya Tuhan mengisinya dengan kasih-Nya. Karena yang diundang untuk datang ke
Perjamuan Kudus adalah orang berdosa. William W. Menzies & Stanley M.
Horton mengatakan :
Perjamuan Tuhan
yang terdiri atas unsur-unsur roti dan air buah anggur – adalah simbol yang
mengungkapkan keikutsertaan kita dalam kodrat Ilahi Yesus Kristus, Tuhan kita
(II Ptrs. 1:4); peringatan dan kematian-Nya (I Kor. 11:26); dan nubuat tentang
kedatangan-Nya yang kedua kali (I Kor. 11:26) dan diperintahkan kepada semua
orang-orang percaya sampai Ia datang.’[26]
Perjamuan Kudus, harus diterima oleh umat-Nya karena merupakan
peringatan akan kematian-Nya Yang telah menyelamatkan mereka dari perbudakan
dosa, dan yang akan membawa mereka kepada hidup yang kekal. Menerima roti dan anggur bukanlah dengan
jasmaniah atau kedagingan atau karena ada kepentingan diri sendiri. Menerimannya haruslah dengan iman dan harus
lapar dan haus secara rohani, supaya dikenyangkan oleh Kristus melalui
karunia-karunia-Nya.
Starr Meade menyatakan bahwa Perjamuan Kudus
adalah sakramen dimana roti dan anggur diberikan dan diterima sebagaimana yang
diperintahkan Kristus untuk mewartakan kematian-Nya. Mereka yang menerima Perjamuan Kudus dengan
cara yang benar dapat berbahagian dalam tubuh dan darah-Nya dengan semua
manfaat dari-Nya bukan hanya secara jasmani tetapi dengan iman, dan menjadikan
mereka semakin kuat secara rohani dan bertumbuh di dalam anugerah.[27]
Maksudnya ialah dengan menerima dengan iman maka umat-Nya akan semakin
dikuatkan dan diteguhkan dan memperoleh manfaat dari tubuh dan darah
Kristus. Segala karunia dan berkat dari
Kristus akan di warisi kepada umat-Nya, dan jaminannya Roh Kudus akan selalu
menerapkan itu dalam hati dan hidup umat-Nya.
David L. Bartlett menyatakan bahwa kepada
jemaat di Korintus, Paulus menulis, “barang siapa makan dan minum tanpa
mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” ( I Kor.
11:29). Bagi Paulus sandungan itu adalah
orang-orang Kristen yang kaya, yang dapat tiba lebih awal memisahkan diri
mereka pada perjamuan makan dari umat Kristus yang lebih miskin, yang datang
terlambat dan mempunyai lebih sedikit.
Memperhatikan tubuh berarti, dalam sebagian hal, memperhatikan bahwa
seluruh paguyuban yang berkumpul bersama dimeja itu adalah tubuh Kristus,
tubuh-Nya 41
Paulus menyatakan kepada Jemaat Korintus supaya dalam mengambil roti
dan anggur harus mengakui tubuh Tuhan agar tidak mendatangkan hukuman atas diri
mereka. Anggota Gereja tidak boleh
memisah-misahkan diri dalam menerima Perjamuan Kudus, baik orang kaya maupun
orang Miskin, baik orang Yahudi maupun orang Yahuni, baik orang merdeka maupun
budak adalah satu dalam persekutuan karena mereka adalah satu tubuh dan Kepalanya
adalah Kristus. Jangan mengadakan
perbedaan di dalam pelayanan sakramen Perjamuan Kudus. Karena yang berkumpul di meja Perjamuan Kudus
adalah anggota tubuh Kristus yang diundang oleh Kristus.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno J. L. Ch., Pokok-Pokok Penting Dari
Iman Kristen, Cet. 5, Jakarta: Gunung Mulia, 2001
Berkhof Louis., Teologi Sistematika: Doktrin
Gereja, Vol. 5, Cet. 3, Surabaya: Momentum, 2001
Bous-Storm, M., Apakah Penggembalaan Itu? Cet. ke-8, Jakarta:
Gunung Mulia, t.t
Calvin Yohanes., Institutio: Pengajaran Agama Kristen, Cet. 4, Jakarta, Gunung Mulia, 2003
Dabney R. L., Systematic Theology,
Pennsylvania:
The Banner Of Truth Trust, 1985
Freligh Harold M., Delapan Tiang Keselamatan, Cet. 7, Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 1999
Hadiwijono H., Iman Kristen, Cet. 5, Jakarta:
Gunung Mulia, 1986, hlm. 458.
Heyer C. J. Den., Perjamuan Tuhan: Studi Mengenai
Paskaah Dan Perjamuan Kudus Bertolak Dari Penafsiran Dan Teologi Alkitabiah, Cet. 2, Jakarta:
Gunung Mulia, 1997
Hodge A. A., Evangelical Theology
Lectures On Doctrine, Pennsylvania: The Banner Of Truth Trust, 1990
Hoeksema Herman., Reformed Dogmatics, Michigan: Grand
Rapids, 1985.
Kersten G. H., Reformed Dogmatics, Vol. II, Michigan:
Grand Rapids, 1983, page 598.
Luther Martin., Katekismus Besar, Cet.
2, Jakarta: Gunung Mulia, 1996
Meader Starr., Membentuk Hati, Mendidik
Akal Budi: Renungan Keluarga Berdasarkan Katekismus Singkat Westminster, Cet. 1, Surabaya:
Momentum, 2004
Menzies William W. & Stanley M. Horton., Doktrin Alkitab, Cet. 1, Malang:
Gandum Mas, 1998
Porter R. J., Katekisasi Masa Kini, Cet. 4, Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 1994
Prime Derek., Tanya Jawab Tentang Iman
Kristen, Cet. 5, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2001.
Thiessen Henry C., Teologi Sistematika, cet. 4, Malang:
Gandum Mas, 1997
Tong Stephen,
Allah
Tritunggal, cet. 6, Surabaya: Momentum, 2002
Ursinus Zacharias., On The Heidelberg
Catachism, Presbyterian And Reformed Publishing Company, 1985
Vekuyl J., Aku Percaya: Uraian Tentang
Injil Dan Seruan Untuk Percaya, Cet. 16, Jakarta: Gunung Mulia, 1995
Wellem, F. D., Injil
dan Marapu: Suatu Studi Historis Teologis Tentang Perjumpaan Injil dan
Masyarakat Sumba pada Periode 1876-1990, cet. ke-1,
Jakarta: Gunung Mulia, 2004
Williamson G. I., Katekismus Singkat
Westminster, Vol. 2, Cet. 1, Surabaya: Momentum, 2006.
Zandbergen DJ., Catatan Pada
Pengakuan Iman Rasuli, t.c, Ofsset Yapelin, Jayapura, 1982.
[1] F. D. Wellem, Injil dan Marapu:
Suatu Studi Historis Teologis Tentang Perjumpaan Injil dan Masyarakat Sumba
pada Periode 1876-1990, cet. ke-1, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), h. 323.
[2]Yohanes Calvin, Institutio:
Pengajaran Agama Kristen, Cet. 4, (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), h. 281.
[3] Martin Luther, Katekismus
Besar, Cet. 2, (Jakarta: Gunung Mulia), 1996, h. 184.
[4] Harold M. Freligh, Delapan
Tiang Keselamatan, Cet. 7, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), h. 73.
[5] Starr Meader, Membentuk
Hati, Mendidik Akal Budi: Renungan Keluarga Berdasarkan Katekismus Singkat
Westminster, Cet. 1, (Surabaya: Momentum, 2004), h. 419.
[7] A. A. Hodge, Evangelical Theology Lectures On Doctrine, (Pennsylvania: The
Banner Of Truth Trust, 1990), page 320.
[8] Martin Luther, Ketekismus Besar, Cet.
2, (Jakarta:
Gunung Mulia, 1996), h. 186.
[9] William W. Menzies & Stanley M.
Horton, Doktrin Alkitab, Cet. 1, (Malang: Gandum Mas, 1998), h. 110.
[10] J. L. Ch. Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen, Cet. 5,
(Jakarta: Gunung
Mulia, 2001),
h. 225.
[11] Herman Hoeksema, Reformed
Dogmatics, (Michigan: Grand Rapids, 1985), page 678.
[12] R. J. Porter, Katekisasi
Masa Kini, Cet. 4, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994), h. 167.
[13] Dj Zandbergen, Catatan Pada Pengakuan Iman
Rasuli, t.c, (Jayapura:
Ofsset Yapelin, 1982), hlm. 62.
[15] Derek Prime, Tanya Jawab Tentang Iman Kristen, Cet. 5, (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2001). h.
[16] R. J. Porter, Katekisasi Masa Kini, Cet. 4, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994), hlm. 167.
[18] C. J. Den Heyer, Perjamuan Tuhan: Studi Mengenai Paskaah Dan Perjamuan Kudus Bertolak
Dari Penafsiran Dan Teologi Alkitabiah, Cet. 2, (Jakarta:
Gunung Mulia, 1997), h. 54.
[19] Louis Berkhof, Teologi
Sistematika: Doktrin Gereja, Vol. 5, Cet. 3, (Surabaya: Momentum, 2001), h.
176.
[20] J. Vekuyl, Aku
Percaya: Uraian Tentang Injil Dan Seruan Untuk Percaya, Cet. 16, (Jakarta:
Gunung Mulia, 1995), h. 234-235.
[21]Zacharias Ursinus On The Heidelberg Catachism, (Presbyterian And Reformed
Publishing Company, 1985), page 398.
[22] William W. Menzies & Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab, Cet. 1, (Malang: Gandum Mas, 1998) , h. 116.
[23] H. Hadiwijono, Iman
Kristen, Cet. 5, (Jakarta: Gunung Mulia, 1986), h. 458.
[24] G. H. Kersten, Reformed
Dogmatics, Vol. II, (Michigan: Grand Rapids, 1983), page 598.
[25] G. I. Williamson, Katekismus Singkat Westminster, Vol. 2, Cet.
1, (Surabaya: Momentum, 2006), h. 167.
[26] William W. Menzies & Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab, Cet. 1, Malang: Gandum Mas, 1998, hlm. 110.
[27] Starr Meade, Membentuk Hati, Mendidik Akal Budi: Renungan
Keluarga Berdasarkan Katekismus Singkat Westminster, Cet. 1, (Surabaya: Momentum, 2004),
h. 427.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar