BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persatuan
orang percaya dengan
Kristus merupakan suatu doktrin
yang terletak pada inti kehidupan Kristen, dan terkait secara erat dengan
doktrin lain yang dibicarakan oleh teolog-teolog sejauh ini. Doktrin persatuan antara orang percaya dengan
Kristus merupakan penghubung yang menghubungkan semua doktrin bersama-sama
dalam satu keharmonisan yang menyeluruh. Kebenaran yang terus-menerus ini dalam Perjanjian Baru disebutkan dengan
jelas bahwa sebagai orang-orang Kristen sejati mereka dipersatukan dengan
Kristus. Jhon Murray menyatakan bahwa, kesatuan dengan Kristus
sungguh-sungguh merupakan kebenaran sentral dari seluruh doktrin keselamatan,
bukan hanya soal penerapannya, tetapi juga soal penggenapannya melalui karya Kristus
yang terjadi satu kali dan untuk
selamanya.[1]
Persatuan
orang percaya dengan Kristus merupakan seluruh
penerapan karya
keselamatan Allah bagi orang berdosa dan dibenarkan oleh Dia dengan
keadilan-kebenaran-Nya sendiri.
Persatuan orang
percaya dengan Kristus
ini merupakan dasar dari semua pengalaman rohani dan semua berkat bagi
orang percaya. Persatuan dengan Kristus seringkali digambarkan dalam Alkitab
sebagai keberadaan orang percaya “di dalam Kristus.” [2] Sedangkan Sinclair B. Ferguson dengan
mengutip perkataan Paulus, menjelaskan sebagai berikut,
Paulus menyebut
dengan istilah “orang-orang kudus,” orang-orang yang dipisahkan oleh dan bagi
Allah, dan dia secara bervariasi menyebut mereka sebagai orang-orang yang ada
“di dalam Kristus” atau “di dalam
Kristus Yesus” atau “di dalam Tuhan Yesus Kristus” ( 1Kor.1:2; Ef.1:1; Flp.
1:1; Kol. 1:2; 1Tes. 1:1; 2 Tes. 1:1).[3]
Penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa Persatuan
orang percaya dengan Kristus memiliki
kesatuan yang vital dengan Kristus dalam karya-Nya sebagai Pengantara. Sebagai konsekuensinya orang-orang percaya
juga memiliki persekutuan dengan sesamanya dalam karunia dan anugerahnya
masing-masing. Persekutuan ini menimbulkan suatu pengikat tertentu di
antara orang-orang percaya dan bahwa kesatuan dan persekutuan dengan Kristus
yang dinikmati orang-orang percaya tidak berarti bahwa orang-orang percaya
menjadi ilahi, atau setara dengan Kristus, dan bukan pula berarti persekutuan
di antara orang-orang percaya meniadakan hak milik harta pribadinya.
Gagasan tentang persatuan dan persekutuan merupakan
inti pandangan Perjanjian Lama mengenai hubungan Allah dengan umat-Nya. Salah
satu gambaran yang menyatakan hal ini adalah gambaran tentang kovenan.
Kovenan Allah dengan umat-Nya disejajarkan dengan ikatan
pernikahan dan diinterpretasikan menurut pengertian dari pernikahan tersebut.
Kovenan
ini sesungguhnya adalah suatu janji keselamatan, yang diisyaratkan dalam
Kejadian 3:15, di mana dinubuatkan bahwa salah seorang keturunan Hawa di masa depan
akan secara fatal membinasakan si ular yang mewakili Iblis, dan dalam Kejadian
2:21, di mana Allah mencurahkan darah binatang dan menutupi Adam dan Hawa
dengan kulitnya, suatu antisipasi simbolik tentang pencurahan darah Anak Domba
di atas salib untuk menutup dosa manusia. Janji Allah dinyatakan lebih lanjut
dalam Kejadian 12:1-3, 13:15, dan 15:18, dan berkembang terus dalam sisa
Perjanjian Lama. Yesaya 26-29; Yehezkiel 38, dst.; Daniel 2, 7, 12; Zakharia
14, dsb. Bandingkan Kebijaksanaan Salomo
17-18; 4 Ezra 12-13.[4]
Ini adalah
salah satu bagian dari latar belakang Kitab Yesaya yang paling menggentarkan,
di mana nabi berbicara mengenai Pencipta
Israel sebagai suami yang membuktikan kesetiaan-Nya ditengah-tengah
ketidaksetiaan Israel (Yes. 54:5-8), Nabi Yeremia berbicara mengenai Allah
sebagai suami umat-Nya (Yer. 31:32),
dan Kitab Hozea dibangun di atas konsep
ini.
Kovenan Allah
disejajarkan dengan ikatan pernikahan,
hal ini merupakan perumpamaan dan bahwa
pasangan yang diikatkan dalam pernikahan sejati di depan jemaat dan dihadapan
Tuhan tidak boleh diceraikan oleh manusia dengan berbagai alasan apa pun.
Karena dalam pernikahan itu dihubungkan di dalam Kristus, telah dipersatukan di
dalam Dia. Inilah salah satu gambaran bahwa orang percaya berada di dalam
Kristus dan Kristus di dalam orang percaya. Dengan demikian, dituntut bahwa
mereka yang dipersatukan oleh Kristus harus saling mengasihi dan tidak boleh
menjauhi/bercerai satu sama lain. Herman
Ridderbos menyatakan bahwa, pernikahan di dalam Tuhan adalah prinsip keterkaitan, saling bergantung dan
saling melayani satu sama lain di dalam kasih, diaplikasikan dan dijalankan
dengan baik.[5]
Pernikahan di dalam Kristus, itu berarti baik
laki-laki dan perempuan adalah satu di dalam Kristus dan tidak ada
perbedaan. Yang dimaksud tidak ada
perbedaan di sini ialah perioritas suami dalam pernikahan bahwa “di dalam
Tuhan,” tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan sebaliknya tidak ada laki-laki
tanpa perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah (1Kor. 7:11-12). Herman
Ridderbos selanjutnya menyatakan bahwa,
Relasi pernikahan tidak ditentukan oleh kepentingan salah satu pasangan
atau penegasan superioritas masing-masing, tetapi oleh kasih di dalam Kristus.
Karena itu, menjadi milik Kristus dan menjadi milik satu sama lain sebagai
suami istri dalam pernikahan jangan dipisahkan, karena itu, percabulan tidak sesuai dengan menjadi milik Kristus (1 Kor. 16:2-20). Tubuh
orang percaya adalah milik Tuhan.[6]
Gagasan tentang kesatuan dengan Kristus, Christ Marantika menjelaskan
bahwa, kesatuan orang percaya dengan
Kristus ialah bersifat hakiki. Kesatuan ini bukan saja merupakan fakta, tetapi
juga suatu hubungan unik di antara yang terbatas dengan yang tidak terbatas,
antara yang insani dengan yang Ilahi dan Yesus Kristus, Allah dan Manusia Sejati sebagai
Pengantaranya (1Tim. 2:5; Ibr. 8:6, 9:15, 12:24).[7]
Penjelasan Chirs
Marantika di atas, penulis ingin
simpulkan bahwa, persatuan dengan Kristus bukanlah bersifat sementara tetapi
secara rohani dan kekal, orang percaya yang telah “berada di dalam
Kristus”, mereka mati di dalam Dia dan
akan bangkit juga di dalam Dia dan akan
memperoleh kehidupan yang kekal di dalam surga.
Alkitab menggambarkan kesatuan orang percaya dengan
Kristus seperti perumpamaan antara pokok anggur dan carang-carangnya, berbagai
anggota tubuh dan kepalanya, kesatuan suami dan istri (Yoh. 15:1; 1Kor. 12:13;
dan Ef. 5:23).
Menurut penulis, berdasarkan kesatuan yang dimiliki
oleh orang-orang percaya dengan Kristus, terdapat suatu hasil yang pasti, dan
dituntut bahwa harus ada persatuan di antara sesama orang percaya yang saling mengasihi satu sama yang lain.
Kesatuan dan persekutuan yang dimiliki orang percaya dengan sesamanya ini ada
dan tumbuh dari persekutuan mereka
dengan Kristus. Dalam Alkitab kita jumpai bagaimana rasul Paulus menasihatkan
jemaat di Korintus mengenai perpecahan di antara jemaat itu sendiri, supaya
jangan terjadi perpecahan tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu
saling memperhatikan (1Kor.12:23-25).
Pembahasan topik ini
sangat penting karena menurut penulis kebanyakan hamba
Tuhan sering tidak membedakan
anugerah Allah secara
umum dan khusus
lalu mengatakan “Saudara-saudara
yang saya kasihi “di dalam Yesus Kristus”.
Hemat penulis bahwa tidak semua orang ada “di
dalam Kristus” yang datang beribadah di
hari minggu ada dua macam orang, yang
menurut Alkitab digambarkan seperti
“kambing dan domba” umat yang
umum dan khusus (umat yang telah dipilih
dan dipanggil secara efektif untuk
datang bersekutu dengan-Nya).
Kedua, panggilan Allah secara
umum oleh Injil tetapi tidak setia dan
taat akan kebenaran Kristus. Alkitab
juga menyatakan bahwa “Sebab banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih
(Mat. 22:14). Jadi, tidak mudah
mengatakan saudara-saudara yang saya kasihi “di dalam Yesus Kristus.” Tetapi pakailah kata
“saudara-saudara terkasih”.
Walaupun arti kata “di dalam Yesus Kristus”
merupakan kata yang pendek dan mudah sekali untuk diucapkan, tetapi pengertiannya mempunyai makna teologis yang mendalam dan memiliki makna yang khusus
dan tidak bersifat universal.
Dengan
penjelasan dimaksud, maka dapatlah
dipahami bahwa, melalui persatuan
yang sah
dengan Kristus sebagai Adam yang kedua (I Kor. 15:22), yang telah
mengerjakan semua kewajiban yang tidak sanggup
dilaksanakan oleh Adam yang
pertama dan menunaikan
semuanya untuk kepentingan umat
manusia yang percaya kepada-Nya. Hasil
dari persatuan dengan Kristus ini ialah
bahwa dosa-dosa umat-Nya
diperhitungkan kepada Kristus dan kebenaran
Kristus diperhitungkan kepada orang percaya beserta segala hak hukum yang
terdapat di dalamnya.
Alkitab
menggambarkan bahwa persatuan orang
percaya dengan Kristus,
memiliki beberapa contoh: bangunan
dengan dasarnya (Ef.
2:20-22), persatuan antara suami
dan istri, Rm. 7:14; Ef. 5:31, 32, Wahy.
19:7-9), persatuan antara gembala dengan domba
(Yoh. 10:1-18; Ibr 13:20; 1 Petr 2:25).
Alkitab juga
dengan jelas menyatakan bahwa
orang yang percaya kepada Kristus
mereka berada “di dalam Dia.” Mereka yang ada ‘di dalam Kristus”, menjadi ciptaan yang baru (2 Kor. 5:17). Henry
C. Thiessen menjelaskan bahwa,
persatuan orang percaya
dengan Kristus ialah bersifat
rohani dan persatuan itu hidup.[8]
Penulis menyetujui pendapat Henry C . Thiessen di atas, sebab banyak di temukan kebenaran ini bahwa “persatuan dengan
Kristus” berarti memiliki jaminan yang
kekal, karena orang percaya sudah ada
“di dalam Kristus” bukan di luar Kristus (Yoh.10:28-30).
Sejalan
dengan pendapat di atas, G. J. Baan menjelaskan
bahwa, orang-orang percaya
disatukan dengan Kristus: mereka satu
dengan Dia. Hal ini
dapat dibandingkan dengan
tubuh: Kristus adalah
Kepala tubuh rohani Gereja-Nya, dan orang-orang percaya
secara pribadi adalah anggota-Nya.
Sebagaimana Kepala memerintah tubuh,
begitu pula umat Allah dituntun oleh Kristus.[9]
Pendapat
G.J.Baan di atas, jelas bahwa
Kristus sebagai Kepala bagi Gereja-Nya, Dia tetap
memerintah dan menyertai Gereja-Nya sampai pada akhirnya (Mat.
28:20). Injil Yohanes bahkan menegaskan bahwa, Kristus berkata kepada
Bapa-Nya tentang murid-murid-Nya, dan
mengenai semua orang percaya, dalam doa-Nya sebagai Pengantara, “Selama Aku bersama
mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu,
yaitu nama-Mu yang telah Engkau
berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga
mereka , dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia
yang telah ditentukan untuk binasa (Yudas
Iskariot yang menghianati Yesus), supaya genaplah yang tertulis dalam
Kitab Suci (Yoh.17:12). Kata-kata
doa-Nya ini penulis simpulkan bahwa,
adalah mustahil bagi mereka yang oleh iman berada dalam Kristus untuk binasa. Selanjutnya, G. J. Baan menyatakan bahwa,
Orang-orang percaya sudah aman di dalam genggaman Yesus, bahkan di
dalam genggaman Allah. Adalah kehendak Allah Bapa bahwa Kristus menyelamatkan
semua orang pilihan, dan tidak satu pun dari mereka akan binasa. “Dan inilah
kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah
diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada
akhir zaman” (Yoh. 6:39).[10]
Persatuan dengan Kristus merupakan ikatan yang tidak
dapat dipisahkan antara Dia dan orang-orang percaya, ini adalah perumpamaan
tentang pokok anggur dan
ranting-rantingnya. Orang-orang percaya dicangkokkan ke dalam Kristus, sama
seperti ranting dari pokok anggur yang lama “dicangkokkan” ke dalam pokok anggur yang baru.
Anak-anak Allah dipotong dari pokok anggur yang lama yaitu di dalam
Adam (yang telah mati karena dosa), dan
dicangkokkan ke dalam Kristus.
Yesus menyatakan, “Akulah pokok anggur
yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya.
Barangsiapa tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia, ia berbuah
banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa ( Yoh. 15:1,
5). Di dalam ayat ini, menunjukkan kebergantungan orang-orang
percaya sebagai ranting kepada Sang Pengantara sebagai pokok anggur. Akibatnya
segala sumber kehidupan rohani mengalir dari Pokok Anggur kepada
ranting-rantingnya, seperti pengampunan dosa, pengudusan, ketekunan dan
kehidupan kekal.
Persatuan dengan Kristus adalah kewajiban yang mengikat bagi semua orang
percaya untuk menjaga persekutuan iman antara mereka dan Raja mereka agar persekutuan itu tidak tampak dirusakkan untuk sementara waktu oleh
dosa dan ketidakpercayaan. Selama orang
percaya mengarahkan mata iman mereka kepada Juruselamat mereka dan mengalami
kehadiran-Nya yang penuh rahmat di dalam hati mereka, mereka dimampukan untuk berperang dan menaklukkan dosa serta iblis. Seberapa pun
banyaknya dosa-dosa mereka dan betapa pun dahsyatnya peperangan mereka, melalui anugerah Allah
mereka akan tetap berpaut dengan
Yesus Kristus. Mereka satu dengan Dia melalui iman. Ketika waktu Allah tiba,
orang-orang percaya akan melihat kembali penyimpangan-penyimpangan mereka
dengan perasaan malu, akan memulai lagi doa-doa mereka, dan akan meneguhkan
kembali iman mereka dengan kata-kata dari Mazmur 119:176, “Aku sesat seperti
domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini, sebab perintah-perintah-Mu tidak
kulupakan.
Di dalam Pengakuan Iman
Westminster Bab XXVI
menjelaskan bahwa:
Semua orang
kudus yang disatukan
dengan Yesus Kristus, Kepala mereka
oleh Roh-Nya dan oleh
iman, memiliki persekutuan dengan-Nya
di dalam anugerah-anugerah-Nya,
penderitaan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan
kemuliaan-Nya. Dan dengan disatukannya satu orang kudus dengan orang
kudus yang lainnya di dalam kasih, mereka memiliki persekutuan
(komuni) dalam karunia-karunia dan anugerah-anugerah masing-masing, dan
diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tertentu, baik umum maupun
pribadi, yang berguna bagi semua orang kudus, baik dalam hal rohani maupun
jasmani mereka.[11]
Arti “di dalam
Kristus,” merupakan implikasi penting
bagaimana orang percaya mengambil
bagian dalam Kristus, hal itu bisa
teraplikasi pada pihak lain, milik-Nya, jemaat yang
ditebus-Nya. Prinsip apakah yang
membuat sesuatu yang tadinya mengambil tempat dalam Kristus yang Ia genapkan, dapat
diterapkan dan mendatangkan
manfaat bagi anak-anak-Nya. Hal ini sangat terkait dengan konsepnya tentang Kristus sebagai Adam
kedua Pembuka Jalan
bagi kemanusiaan baru. Karena itu,
penulis akan lebih jauh melihat relasi yang penting
dalam struktur dasar pengajaran ini secara
mendalam.
Pokok pembahasan
mengenai “Persatuan Orang Percaya dengan Kristus” merupakan inti seluruh karya
keselamatan yang dikerjakan Allah di dalam Kristus. Arti penebusan Kristus tidak semata-mata
disebabkan oleh karena posisi-Nya sebagai
Adam yang kedua. Banyak kali penulis temukan di dalam Kitab
Perjanjian Baru, khususnya dalam surat-surat rasul Paulus mengenai orang
percaya yang ada “di dalam Kristus.”
Kristus telah mengerjakan keselamatan-Nya dalam hal
karya penebusan-Nya “Karena kita,” yaitu demi kepentingan
orang percaya, khususnya saat Paulus membicarakan penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus. Bukan Paulus melainkan Kristus yang telah disalibkan bagi
umat-Nya (1Kor. 1:13). Allah membuat Kristus menjadi dosa
karena kita (2 Kor. 5:21), Ia menjadi kutuk karena kita ( Gal.
3:13). Ia menyerahkan
diri-Nya bagi kita (Gal. 1:4; bnd. 1 Tim. 2:6; Flp 2:14); mati untuk kita orang-orang durhaka pada
waktu yang ditentukan karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci (1 Kor. 15:3).
Dalam nats-nats
Alkitab yang disebutkan di atas ini, Paulus menyatakan arti
pentingnya penebusan dan kematian
Kristus dalam karya keselamatan-Nya
seperti, korban, penebusan, pendamaian dan sebagainya. Ayat-ayat Alkitab di atas jika disimak dengan seksama, maka hidup “di dalam Kristus”
adalah sangat unik dan spiritual.
Rumusan mengenai persatuan orang
percaya dengan Kristus menunjukkan bahwa Kristus membentuk kesatuan tertentu dengan mereka, yang baginya Ia datang, sehingga mereka disebut
berada “di dalam Kristus” (2 Kor.
5:17). Karena mereka “di dalam Kristus” maka
apa yang terjadi “di dalam Kristus,” semua
kebenaran Kristus diterapkan dalam hati dan hidup orang percaya.
Rumusan “di
dalam Kristus,” “di dalam Dia,” kerap menunjukkan pengaplikasian dari apa yang telah, dan
akan terjadi di dalam
Kristus, kepada umat-Nya. Paulus kerap berbicara tentang
disalibkan, mati, dikuburkan, dan dibangkitkan bersama Kristus (Rm. 6:3 dan Gal. 2:19; Kol.
2:12-13, 20; 3:1, 3), tentang memberikan tempat bersama-sama Kristus di surga (Ef. 2:6) dan tentang menyatakan diri bersama dengan
Dia dalam kemuliaan-Nya (Kol. 3:4).
Herman
Ridderbos menyatakan, banyak theolog
berupaya menjelaskan natur dalam kaitan
antara Kristus dan umat-Nya
seperti dimaksudkan oleh
rumusan “di dalam Kristus dan
“bersama Kristus.” Cukup lama mereka meyakini bahwa “tinggal di dalam Kristus”
menunjukkan persekutuan dengan Kristus pneumatis.[12] Selanjutnya
Herman Ridderbos menambahkan bahwa:
Menurut mereka (teolog-teolog), dari situlah berkembang pembicaraan tentang mati
dan bangkit “bersama dengan Kristus,”
yang mau melukiskan pengalaman
pribadi yang paling intim. Dikatakan juga bahwa sebagian theolog lain
lagi melangkah lebih jauh dan menilai rumusan “tinggal di dalam Kristus,” “mati dan bangkit dengan-Nya,” berakar dari
konsep tergabungnya kita dengan
yang Ilahi: kita mengalami persatuan fisik dengan keberadaan Ilahi.[13]
Dengan pendapat
ini, penulis dapat simpulkan
bahwa: orang percaya bersatu
dengan-Nya bukan karena
mereka lebih baik tetapi hanya oleh anugerah Allah untuk mengampuni dosa
mereka dan menjadikan mereka anak-anak-Nya.
Penyataan di atas dapat dipahami, bahwa
persekutuan anak Tuhan yang khusus
dengan Kristus, dan itu
tidak dilihat dalam
pengertian etis atau simbolis, tetapi dalam
pengertian harfiah, yaitu sebagai persatuan dengan yang ilahi, khususnya dialami melalui baptisan dan
Perjamuan Kudus, yang dianggap dengan kematian
bersama Dia. Rumusan “mati dan bangkit dengan Kristus” tidak
berasal dari pengalaman ritual seperti penerimaan anggota baru dalam
agama-agama suku. Rasul Paulus dalam 2 Korintus pasal 5, menjelaskan tentang kebangkitan orang mati
saat Kristus datang kembali. Tetapi yang penting di sini, ayat ini,
mensejajarkan “persekutuan dengan Kristus” dan “persekutuan dengan Adam.
Seperti di dalam Adam semua orang mati, demikian pula di dalam
Kristus semua orang hidup. Adam dan
Kristus mewakili dua dunia, dua aeon,
dua “ciptaan,” yaitu ciptaan baru dan
ciptaan lama. Inilah yang dinyatakan dengan rumusan “ di dalam Adam”
dan “ di dalam Kristus.”
Dan dalam pengertian inilah disebut
sebagai gambaran dari Dia yang akan datang.
Penulis sependapat dengan Herman Ridderbos di atas bahwa tidak bisa diragukan apa yang
dikatakan dalam Firman Tuhan, karena tiap anak Tuhan diajar melalui kebenaran
Firman Tuhan bahwa: manusia lama dimatikan atau disalibkan (yaitu dengan
Kristus), di Golgota. Ini jelas sekali
bahwa kematian Kristus
di atas kayu salib adalah
kematian bagi mereka (mati bagi
mereka), yaitu bagi milik kepunyaan-Nya (umat ketebusan-Nya Rm. 6:2; Kol. 3:3). Sekarang kita memahami bahwa cara Paulus
menguraikan tentang peristiwa penebusan
yang datang melalui Kristus mengajar untuk mengerti karakter sejarah
penebusan bukan hanya dalam apa yang telah terjadi di dalam Kristus, tetapi
juga sebagai cara yang melaluinya, mereka yang menjadi milik Kristus berbagian
sekali dan selamanya, di dalam
keselamatan yang Kristus kerjakan.
Kesatuan dengan
Kristus bersumber dari pemilihan Allah Bapa sejak sebelum dunia dijadikan dan menghasilkan pemuliaan
anak-anak Allah ( Ef. 1:4; bnd. Rm. 8:29-30).
Kalau dari sudut pandang umat Allah, hal ini tidak sempit; melainkan luas dan dalam.
Ia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu;
tetapi mencapai eksistensi ke kekekalan.
Hal ini memiliki dua fokus, yaitu pemilihan kasih Allah Bapa di dalam
pertimbangan kekekalan-Nya, dan pemuliaan dengan Kristus sebagai manifestasi dari kemuliaan-Nya sendiri.
Yang pertama tidak memiliki awal, dan yang kedua tidak memiliki
akhir.
Maksud penulis dalam hal ini berarti Kristus ada dari dahulu, sekarang sampai kekal
selama-lamanya. Dan tiap anak
Tuhan perlu mengetahui bahwa pemuliaan di dalam Kristus pada
kedatangan-Nya kelak akan
merupakan awal dari penyempurnaan
yang akan berlanjut dari zaman
ke zaman. “Demikianlah kita akan bersama-sama dengan Tuhan.” (1 Tes. 4:17).
Jika diperhatikan dengan seksama dalam 1Tes 4:17 ini,
tentunya tidak terlepas dari kesatuan
dengan Kristus, manusia tidak dapat melihat apa-apa tentang
masa lalu, masa kini, dan masa depan, selain kecemasan dan ketakutan di
luar Kristus. Dengan kesatuan di dalam Kristus,
seluruh kompleksitas waktu
dan kekekalan berubah dan umat Allah dapat bersukacita dengan
kesukaan yang tak terkatakan dan
penuh dengan kemuliaan.
Sumber dari keselamatan itu sendiri di dalam pemilihan kekal Bapa dilakukan “di dalam Kristus.” Paulus berkata: “Terpujilah
Allah dan Bapa
Tuhan kita Yesus Kristus
yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala
berkat rohani di dalam
surga. Sebab di dalam Dia
Allah telah memilih
kita sebelum dunia dijadikan,
supaya kita kudus
dan tak bercacat dihadapan-Nya.”
(Ef. 1:3, 4). Bapa telah memilih
sejak kekekalan, dan Ia memilih di dalam
Kristus. Penulis tidak dapat mengerti semua yang terlihat di dalamnya, tetapi
faktanya jelas diungkapkan, yaitu bahwa tidak akan ada pemilihan Bapa dalam
kekekalan yang di luar Kristus. Kristus
sendiri menyatakan bahwa “sebab di luar Aku kamu tidak berbuat apa-apa” (Yoh.
15:5d). Jadi di luar Kristus tidak ada
keselamatan baik di dunia
ini dan di “dunia baru” yang akan datang.
Pemilihan judul skripsi persatuan orang percaya dengan
Kristus ini dengan latar belakang karena kurangnya pemahaman dalam Gereja-gereja serta ada yang mengklaim bahwa semua orang Kristen
seakan-akan berada di dalam Kristus. Kristus sendiri menyatakan dalam
Firman-Nya bahwa “di luar Aku” kamu
tidak dapat berbuat apa-apa. Selanjutnya ditempat lain Ia mengatakan kepada
murid-murid-Nya tentang pohon dan
buahnya, yang berbuah dipelihara dan yang tidak berbuah ditebang dan dibuang ke
dalam api neraka (Yoh. 15:6).
Jadi, di dalam
Kristus atau di luar Kristus sangat vital untuk dijelaskan kepada jemaat di
gereja, supaya mereka dengan sungguh-sungguh memahaminya. Dan seiring dengan
itu juga dijelaskan oleh Kristus di dalam Injil Matius 7:13-14 tentang dua jalan, yaitu jalan yang sempit dan jalan yang
luas (lebar) dan banyak orang yang akan melaluinya. Maksud penulis di sini,
berarti orang-orang yang percaya kepada Kristus mereka sudah berada di dalam
Kristus dan akan memperoleh anugerah
keselamatan yaitu hidup yang kekal, karena hanya Kristus saja jalan, kebenaran
dan hidup, tak seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Kristus
Pengantara yang sempurna itu (Yoh. 14:6). Dan
hidup yang kekal akan diterima dan dinikmati hanya dan oleh anak-anak Tuhan yang ada di
dalam Yesus Kristus. Mereka yang ada di
dalam Kristus adalah mereka yang sudah
dipilih dan ditentukan oleh Allah sesuai kehendak dan kedaulatan-Nya sebelum
dunia dijadikan, telah dipilih-Nya untuk menjadi anak-anak Allah, milik kepunyaan Allah sendiri. Orang-orang yang telah dipilih
itulah yang dipanggil, dikuduskan dan dibenarkan oleh Allah di dalam Kristus,
mereka itu pun akan memperoleh hidup kekal di dalam Kristus.
Jelas sekali bahwa orang-orang yang ada di dalam
Kristus saja yang akan memperoleh hidup yang kekal. Dan Keselamatan tidak ada
di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia,
sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan
kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan (Kis. 4:12).
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari
latar belakang tersebut di atas, maka
masalah pokok yang akan diteliti dalam tulisan ini adalah:
Apakah Persatuan orang percaya dengan Kristus menurut Injil
Yohanes 15:1-8?
C. Tujuan
Penelitian
Dalam kajian ini ada dua tujuan yang hendak dicapai yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus.
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari Kajian ini adalah untuk
mengadakan kajian tentang persatuan orang percaya dengan Kristus sepanjang
kehidupan mereka di dunia ini, mati sampai
kedatangan Kristus kembali, dengan maksud memberikan pemahaman yang benar dan meluruskan pandangan yang keliru
bagi Gereja dan pribadi orang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamatnya.
2.
Tujuan Khusus
Kajian ini bertujuan secara khusus untuk menjelaskan
pemahaman yang benar tentang Persatuan orang percaya dengan Kristus berdasarkan
Firman Tuhan. Penerapannya bagi orang percaya yang senantiasa bersekutu dengan
Kristus secara rohani, dengan rahmat-Nya yang bebas mereka dipisahkan dari
dalam dosa supaya tetap dengan status “berada di dalam Kristus.”
D. Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ada
dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan praktis.
1.
Manfaat Teoritis
Kajian ini secara teoritis dapat memberikan suatu pemahaman yang luas kepada
hamba-hamba Tuhan dan bagi orang-orang
percaya, bahkan mahasiswa teologi
agar mereka yang ada “di dalam
Kristus” semakin dihibur dan
dikuatkan oleh iman mereka.
2.
Manfaat Praktis.
Manfaat praktis adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran dan penjelasan yang benar tentang persatuan orang-orang percaya, supaya hamba-hamba
Tuhan dapat memahami dan memiliki pengetahuan yang benar secara Alkitabiah dan
dapat diterapkan dalam pengajaran Firman Tuhan kepada jemaat Tuhan, baik
melalui pengajaran maupun praktik hidup pribadi mereka dengan Tuhan.
E. Landasan Teoritis
Dalam landasan teori ini dapat dikemukakan
teori-teori, konsep-konsep persatuan orang percaya dengan Kristus dalam
penerapan penebusan-Nya. Adapun kata-kata yang digunakan dalam
landasan-landasan teori yakni:
A.
Persatuan
Pengertian dari kata persatuan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia ialah:
gabungan ( ikatan, kumpulan dsb) dari beberapa bagian yang sudah bersatu;
misalnya mempererat dan memperteguh.[14]
Pengertian persatuan, kata dasarnya ialah satu. Dari berbagai suku bangsa dan bahasa serta
warna kulit, orang percaya dipersatukan oleh
Allah di dalam Kristus tetap teguh dan
tidak dapat dipisahkan oleh siapa dan oleh apa pun di dunia ini.
Apa sebenarnya persatuan orang percaya dengan Kristus? Secara positif dapat
dikatakan bahwa persatuan ini
secara rohani. “Tetapi siapa yang
mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi
satu roh dengan Dia” (1 Kor. 6:17; bnd.
12:13; Rm. 8:9, 10; Ef. 3:16, 17). Roh Kuduslah yang mengadakan persatuan ini.
Persatuan itu hidup. Paulus menulis, “
Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam Aku”
(Gal. 2:20), dan “Sebab kamu telah mati dan hidupmu
tersembunyi bersama dengan
Kristus di dalam Allah (Gal.
3:3).
Persatuan dengan Kristus sebagai keberadaan anak Tuhan
“di dalam Kristus”, jiwa yang mati
karena dosa telah dilahirkan kembali dan
disatukan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Kelahiran kembali adalah
pekerjaan Allah Roh Kudus dan dijadikan kudus. “Orang-orang kudus” orang-orang
yang dipisahkan oleh dan bagi Allah sebagai status orang-orang yang ada “di
dalam Kristus.”
B. Orang Percaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
disebut “orang” berarti manusia dalam arti khusus bukan dari arti umum. Orang
percaya berarti mengakui atau yakin
bahwa sesuatu memang benar
atau nyata. Menganggap atau yakin
bahwa sesuatu itu benar-benar
ada. Yakin benar atau memastikan
akan kemampuan atau
kelebihan seseorang atau
sesuatu (bahwa akan
dapat memenuhi harapannya).[15]
Kata “orang percaya” terbentuk dari dua kata yaitu “orang” dan “percaya” seperti yang
dijelaskan diatas. Dari kedua arti kata
tersebut bilamana digabungkan, maka dalam pengertian umum orang percaya
dapat diartikan sebagai orang
yang menaruh kepercayaan
pada suatu kenyataan atau fakta yang benar-benar ada.
Ini adalah pengertian umum mengenai orang percaya.
Orang percaya
adalah tubuh Kristus yang penulis akan bahas dibab selanjutnya. Orang percaya
sebagai tubuh Kristus mempunyai hubungan yang vital dengan Tuhan Yesus Kristus
adalah anggota tubuh Kristus. Believe = Percaya. Istilah ini
dalam pengertian teologis memiliki pengertian percaya pada Yesus sebagai
Mesias. Percaya dapat diartikan beriman seperti yang diungkapkan dalam Ibrani
11:1. dan formulasi beriman atau percaya harus seperti yang tertera dalam
Firman Tuhan yang mengatakan; 10:9 Sebab
jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam
hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu
akan diselamatkan.
Dalam pengertian yang lebih khusus, orang percaya
adalah orang-orang yang telah dikuduskan.
Henry C. Thiessen menjelaskan bahwa,
Orang-orang percaya “telah dikuduskan dalam Yesus Kristus” (1 Kor.
1:2). Kekudusan ini diperoleh karena iman kepada Kristus (Kis. 26:18).
Peristiwa “memandikan dengan air dan Firman”
mendahului pengudusan (Ef. 5:26). Dengan demikian orang percaya dianggap
kudus dan benar karena ia kini telah
mengenakan kekudusan Kristus. Dalam pengertian ini semua orang percaya disebut
“orang-orang kudus”.[16]
Dari pendapat
di atas penulis dapat simpulkan bahwa orang
percaya adalah orang-orang yang telah
dikuduskan karena kekudusan Kristus diperhitungkan sebagai
kekudusan mereka. Artinya mereka sebelumnya tidak kudus,
tetapi baru menjadi kudus setelah dikuduskan di dalam Kristus.
Persatuan orang percaya dengan Kristus oleh rasul
Paulus menyapa mereka dengan sebutan
“orang-orang kudus,” orang-orang
yang dipisahkan oleh dan bagi Allah, dan dia secara bervariasi menyebut mereka
sebagai orang-orang yang ada “di dalam
Kristus” atau “di dalam Kristus Yesus” atau di dalam Tuhan Yesus Kristus” (1 Kor.
1:2; Ef. 1:1; Flp. 1:1; Kol. 1:2; 1 Tes. 1: 1; 2 Tes. 1:2).
Sinclair B.
Ferguson menyatakan bahwa, Persatuan dengan Kristus
merupakan dasar dari semua pengalaman rohani dan semua berkat-berkat rohani
kita. Semua ini diberikan kepada kita “di dalam Kristus,” dan hanya
mereka yang ada “di dalam Kristus,”
yang bisa mengalaminya.[17]
Menurut Penulis
bahwa apa yang dikatakan Sinclair B. Ferguson itu benar sekali,
bahwa semua berkat
rohani dan semua
anugerah khusus dari Tuhan dialami hanya
oleh orang percaya
yang ada “di dalam Kristus” dan tidak semua orang, ini
jelas sekali seperti ranting
yang tidak tinggal pada pokok
anggurnya sehingga tidak dapat berbuah pada akhirnya ditebang dan
dibuang keluar
Harold M.
Freligh
menyatakan bahwa; Orang percaya adalah orang yang menjadi Kristen karena iman
secara pribadi kepada Yesus Kristus dan bertobat.[18] Melalui Yesus Kristus dapat mengenal
Allah Bapa sehingga dapat menjadi anak-anak Allah. Sejalan dengan Harold
M. Freligh di atas, Starr Meade menyatakan bahwa:
Orang percaya adalah orang yang mempercayai
apa yang telah Allah firmankan tentang dirinya sebagai orang berdosa yang
dimurkai Allah serta mempercayai apa yang Allah telah firmankan mengenai Yesus
Kristus bahwa Dia adalah Anak Allah dan satu-satunya yang dapat menyelamatkan
orang berdosa dari hukuman yang layak diterimanya. [19]
Berdasarkan pendapat Starr Meade di atas, penulis dapat simpulkan bahwa, orang percaya
mengenal diri sebagai orang berdosa yang layak dimurkai Allah tetapi kemudian
keberadaan yang berdosa itu oleh kasih karunia Allah diselamatkan oleh Allah di
dalam Yesus Kristus Anak Allah yang satu-satunya.
C.
Kristus
Kristus adalah
satu Pribadi dari keTritunggalan Allah. H. Pouw menjelaskan bahwa: Kristus adalah sungguh-sungguh Allah sejati dan manusia sejati[20].
S. Wismoady Wahono menyatakan,
Kristus merupakan nama gelar, dalam bahasa Yunani yang sama artinya dengan
gelar Mesias dalam bahasa Ibrani yaitu “yang
diurapi”.[21]
Kristus terjemahan dari Khristos yang digunakan dalam LXX
untuk kata Ibrani Mesias,
berarti ‘yang diurapi.’ W.R.F.
Browning menyatakan bahwa, kata
“yang diurapi” semula kata ini dikenakan kepada raja yang telah diurapi, seperti Daud oleh Samuel (1Sam. 16:13), dan pengganti-penggantinya
(Mzm. 2:2; Dan. 9:25).[22]
Dalam Perjanjian Baru dikenakan kepada Yesus sebagai
sosok yang menggenapi harapan-harapan Perjajian Lama (Luk. 2:11). W.R.F.
Browning selanjutnya ia mengatakan bahwa ‘ Kristus’ begitu sering
kepada Yesus, sebagai Mesias, sehingga seakan-akan menjadi nama keluarga yang
dilekatkan dan dikenakan kepada Yesus sebagai Mesias, sehingga seakan-akan nama
keluarga yang dilekatkan pada Yesus
(Yoh. 1:17).[23]. Yesus sebagai
Mesias. Masiah (Ibrani) sama dengan Christos
(Yunani), artinya “Yang Diurapi”.
Mula-mula Mesias bukanlah sebuah sebutan
atau gelar. Beberapa orang termasuk mesias Allah, dalam arti mereka diurapi
untuk suatu tugas khusus: imam (Im 4:3; 6:22), raja (1Sam 24:10; 2Sam 19:21;
23:1), nabi (1Raja 19:16), “Mesias” mulai dipahami sebagai gelar.[24]
Berikut W.R.F Browning
menyatakan bahwa, Mesias adalah orang
yang akan menjadi juruselamat umat-Nya,
dalam Perjanjian Lama baik untuk raja-raja dan untuk imam-imam, terutama raja
Daud dan para penggantinya, tetapi juga raja Koresy (Yes. 11:1).[25]
Dalam pengharapan jika diperhatikan, hal ini terarah
pada eskatologis nabi-nabi, diharapkan seorang raja yang kelak akan memerintah
dalam keadilan dan damai ( Yes. 11:1-5),
namun kata ‘Mesias’ W.R.F.
Browning menyatakan bahwa:
Kata ‘mesias’ itu
tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan mereka. Gulungan laut Mati menunjuk pada
kedatangan dua tokoh imamat dalam tradisi Melkisedekh, yang menyatakan kedua
fungsi itu, yaitu raja dan imam, dalam dirinya. Pada perumpamaan-perumpamaan
kitab Henokh (Henokh 37-71), dari pertengahan abad M, ada pula disebut seorang
Mesias yang adalah Anak Manusia surgawi. Jadi, inti referensi adalah Allah yang
turun tangan dalam sejarah manusia dengan mengutus utusan-Nya. Para pembaca
Kristen kemudian mendapatkan petunjuk-petunjuk dalam Perjanjian Lama, bahwa
Mesias ini harus menderita (mis. Mzm 22:6-8).[26]
Penulis sependapat dengan pendapat W.R.F. Browning di atas, karena apa
yang dituliskan dalam seluruh Kitab Taurat Musa, Kitab nabi-nabi, dan Kitab
Mazmur terarah pada Kristus yang akan dan telah datang untuk menggenapi-Nya, Ia
menderita dan mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp. 2:8). Dalam
Perjanjian Baru ‘Mesias’ Ibrani ini menjadi ‘Kristus’ (bahasa Yunani: Christos= Kristus). Tetapi petunjuk
kepada Yesus sebagai Mesias sangat jarang terdapat dalam Injil-injil Sinoptik.
Untuk memahami
dengan benar tentang Oknum Tuhan Yesus
Kristus penting dalam Pribadi Kristus dan
pekerjaan-Nya. Thomas Michel, S. J menjelaskan,
Bangsa
Yahudi meyakini bahwa Mesias akan datang dari keturunan Daud. Baik Injil Matius maupun Lukas di awali
dengan silsilah yang menunjukkan Yesus sebagai keturunan Daud. Kelahiran-Nya di
Betlehem, kota Daud, merupakan petunjuk lain bagi Jemaat Kristiani awal bahwa
Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan.[27]
Sejalan dengan Pengertian Oknum Kristus dan
pekerjaan-Nya, Katekismus Heidelberg Minggu ke-12 Pert & Jwb
31 merumuskan bahwa:
31. Pert. Mengapa Dia dinamakan Kristus,
yang artinya 'Yang diurapi'?
Jaw. Sebab Dia telah ditetapkan oleh Allah Bapa dan
diurapi dengan Roh Kudus (a), menjadi Nabi dan Guru, Imam Besar, dan Raja kita.
Sebagai Nabi dan Guru kita yang tertinggi (b), Dia telah menyatakan kepada kita
dengan sempurna seluruh rencana dan kehendak Allah yang tersembunyi mengenai
penebusan kita (c). Sebagai Imam Besar kita satu-satunya (d), Dia telah menebus
kita dengan kurban satu-satunya, yaitu tubuh-Nya sendiri (e), dan senantiasa
menjadi Pengantara kita di hadapan Allah dengan doa syafaat-Nya (f). Sebagai
Raja kita yang kekal, Dia memerintah kita dengan Firman dan Roh-Nya serta
melindungi dan memelihara kita sehingga tetap memiliki keselamatan yang telah
diperoleh-Nya [28]
F. Metode
Penelitian
Adapun jenis penelitian yang dipergunakan dalam kajian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam kajian ini
adalah penelitian normatif atau kepustakaan. Studi kepustakaan (Library Research) adalah “penelitian yang dilakukan dengan menghimpun data-data dan berbagai literatur,
baik dari perpustakaan maupun dari tempat-tempat lain[29]
2.
Jenis Pendekatan
Adapun
jenis pendekatan yang digunakan
dalam kajian ini adalah pendekatan teologis dan
pendekatan historis.
a.
Pendekatan Teologis
Pendekatan teologis digunakan untuk menggali
permasalahan yang diteliti ini secara langsung dari Alkitab sebagai sumbernya. Pendekatan
Teologis adalah “pendekatan iman untuk merumuskan kehendak Tuhan dalam bentuk
Wahyu yang disampaikan kepada para nabi
dan rasul-Nya agar dapat dipahami secara dinamis dalam konteks ruang dan waktu”.[30]
b.
Pendekatan Historis
Jenis pendekatan yang digunakan ialah pendekatan
historis. Menurut Talisiduhu Ndaha, yang dimaksud dengan pendekatan historis
ialah “pendekatan yang digunakan untuk menelusuri jalur-jalur kesejarahan”,[31] “agar dapat diketahui asal usul
pemikiran, pendapat, karakter tertentu dari seorang tokoh atau mazhab atau
golongan”.[32]
c.
Pendekatan Hermeneutik
Adapun definisi hermeneutics (bahasa Inggris) atau
hermeneutik, berasal dari kata Yunani hermeneuw, yang berarti menginterpretasi, menjelaskan, atau
menterjemahkan.[33]
Hermeneutika adalah ilmu yang mencari tahu caranya
menafsirkan ucapan atau tulisan apapun. Hermeneutika menentukan hukum-hukum
yang harus diperhatikan supaya tafsiran sesuai dengan tulisan atau ucapan
sendiri.[34]
3.
Sumber bahan penelitian
Adapun sumber bahan yang penulis pergunakan dalam
kajian ini adalah sumber-sumber yang dapat menunjang dalam pembahasan pada topik yang dipilih.
1.
Sumber bahan Primer
Sumber bahan primer adalah sumber utama atau bahan
dasar. Dalam kajian ini yang menjadi sumber bahan primer satu-satunya
adalah Alkitab.
2.
Sumber bahan sekunder
Sumber bahan sekunder
adalah sumber bahan yang berisikan informasi tentang bahan sekunder,
terutama buku-buku referensi, tafsiran Alkitab dan buku-buku teologi yang lain.
3.
Sumber bahan tersier
Yang
dimaksud dengan sumber bahan
tersier adalah bahan-bahan penunjang untuk bahan primer, misalnya; Kamus Umum,
Kamus Alkitab, Ensiklopedi Alkitab,
Konkordansi Alkitab dan buku-buku penunjang lainnya.
4.
Metode Pengumpulan Bahan
Penelitian
Adapun metode
pengumpulan bahan yang penulis gunakan dalam kegiatan mengumpulkan bahan-bahan teologi untuk membahas judul
diatas adalah sistem kartu. Sistem kartu
adalah “ suatu kegiatan mencatat beberapa aspek tertentu secara ilmiah dan
sistematis, terarah dan bertujuan
bukan sekedar tetapi merupakan
suatu upaya untuk menghimpun informasi yang sesuai
dengan topik pembahasan”.[35]
5.
Teknik Analisis
Dalam melakukan analisis judul skripsi diatas, penulis menggunakan teknik induktif dan
deduktif. Induktif adalah study
yang ingin memahami study dari yang
khusus keumum. Sedangkan teknik
deduktif adalah “suatu study yang ingin memahami suatu pemikiran yang umum
kepemikiran yang khusus”.[36]
(Oleh Felix Alindam )
[1]Jhon Murray, Penggenapan dan Penerapan
Penebusan, pen. Sudjipto
Subeno, ed. Hendry Oggowidjojo, Cet.
2, Momentum, Surabaya,
2003, h. 205.
[3]Sinclair B. Ferguson, Kehidupan
Kristen, Sebuah Pengantar Doktrinal, pen. Lanna Wahyuni dan Selena Christa
Wijaya, ed. Irwn Tjulianto, Cet. 1,
Momentum, Surabaya, 2007,
h. 138.
[4]Redaksi
e-Reformed, Yulia Oeniyati yulia(at)in-christ.net http://reformed.sabda.org
.
[5]Herman Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama Theologinya, pen. Hendry Ongkowidjo, ed, Steve Hendra, Cet- 1,
Momentum, Surabaya, 2008,
h. 322.
[7]Chris Marantika, Doktrin Keselamatan dan Kehidupan
Rohani, ed. Karel
M. Siahaya, Korektor, Nanik
Sutarni, Cetakan Kedua,
Imam Press, Yogyakarta,
2007, h. 119.
[8]Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Cetakan Ketujuh, Penerbit
Gamdum Mas, Malang, 2008, h. 435.
[9]G. J. Baan, TULIP, Lima Pokok
Calvinisme, pen. Samuel Pulung dan Herdian Aprilani, ed. Irwan Tjulianto,
Cet. 1, Momentum, Surabaya, 2009, h.
176.
[11]G.I.Williamson, Pengakuan
Iman Westminster, pen. Irwan Tjulianto, ed. Solomon Yo, Cet. 1, Momentum, Surabaya, 2006, h. 301.
[14]W. J. S Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, pen. PN Balai Pustaka, Cetakan ke V, Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Jakarta, 1976, h. 876.
[15]Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Cet. 9, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, h. 753.
[16]Henry C. Thiessen, direvisi
oleh Vernon D. Doerksen, Teologi
Sistematika, Cetakan Ketujuh, Penerbit Gandum Mas, Malang, 2008,
h. 433.
[17]Sinclair B. Ferguson… Loc
Cit
[18]Harold M. Freligh, Delapan Tiang Keselamatan, pen. Pauline
Tiendas, Cet. ke-7, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1999, h. 22.
[19]Starr Meade, Membentuk Hati,
Mendidik Akal Budi, pen. Adina M. Rorimpondey, Cet. pertama, Momentum,
Surabaya, 2004, h. 162.
[20]P. H. Pouw, Ulasan Singkat
tentang Homiletik, Ilmu Berkhotbah, red. Ganda Wargasetia, Cet. ke-14, Yayasan Kalam Hidup, Bandung,
2002, h. 79.
[21]S. Wismoady Wahono, Di Sini
Kutemukan, Cet.1, BPK Gunung Mulia,
Jakarta, 1996, h. 408.
[22]W. R. F. Browning, Kamus
Alkitab: a dictionary of the Bible, Panduan dasar ke dalam kitab-kitab, tema,
tempat, tokoh dan istilah-istilah alkitabiah, pen. Liem Khiem Yang dan
Bambang Subandrijo, Cetakan . Ketiga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2008, h. 218.
[27]Thomas Michel, S.J. Pokok-pokok
Iman Kristiani, Sharing Iman Seorang Kristiani dalam Dialog Antar Agama, terj.
Y.B. Adimassana & F. SubrotoWidjojo, S. J,
Cetakan Kedua, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta, 2007, h. 55
[28]The van den End, Enam Belas
Documen Dasar Calvinisme, Katekismus Heidelberg, Cet. 3, Gunung
Mulia, Jakarta, 2004,
209.
[29]H.Handari Nawawi, Metode
Penelitian Bidang Sosial, Gaja Mada Unifersity Press, Yogyakarta,
1995, h. 30
[30]Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis, Cetakan Pertama, Lembaga Literatur Baptis, Bandung,
1999, h.
15-16.
[32]Iman Suprayoga dan Tombroni,
Metode Penelitian Sosial Agama,
Remaja Rosdakarya, Bandung,
2001, h. 66.
[33]Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip
Dan Metode Penafsiran Alkitab, Cet. 4, Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang,
1991, h. 1
[34] C. J. Haak, Op.
Cit, h.
19.
[35]Kartini Kartono, Pengantar
Metodologi Riset Sosial, Cet. ke-
VII, Mandar Maju Perss,
Bandung, 1996, h. 76.
[36]Hilman Hadikusuma, Metode
Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju Perss,
Bandung, 1995, h. 12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar