1. ATRIBUT-ATRIBUT
ALLAH YANG DIUMUMKAN
a. Keberadaan
Allah (Allah adalah Roh).
Jikalau
kita mengatakan bahwa kebenaran Allah adalah Roh. Maka kita akan mengalami
kesulitan dalam memahami untuk membedakan keberadaan Allah yang adalah Roh
dengan keberadaan yang lain, karena Alkitab juga menjelaskan bahwa para
malaikat juga adalah roh yang melayani, memuji Allah dan yang diutus untuk
melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan (Ibrani 1:14). Itulah
sebabnya G. I Williamson mengatakan
bahwa “kita hanya dapat mengatakan bahwa Allah adalah satu Roh, kita sekaligus
juga menyatakan bahwa keberadaan-Nya berbeda dengan keberadaan yang lain”.[1]
Firman Tuhan menjelaskan bahwa Allah adalah Roh (Yoh 4:24). Dari perkataan ini,
sebenarnya Tuhan tidak semata-mata berkata bahwa Allah adalah suatu roh,
melainkan Ia adalah Roh. Oleh sebab Allah adalah Roh maka tidak ada seorang pun
yang dapat melihat Allah.
Louis Berkhof mengatakan, “dengan menyatakan spiritualitas Allah
kita juga menegaskan bahwa Allah tidak memiliki hal-hal yang bersifat materi
dan Allah tidak dapat dilihat dengan nyata dengan panca indera manusia”.[2]
Dalam hal ini berkaitan dengan Atribut Allah adalah Roh, maka tidak seorang pun
yang dapat melihat wujud Allah, karena Dia adalah Roh dan tidak memilki sesuatu
hal yang bersifat materi. Di sini Pengakuan
Iman Gereja Belanda menjelaskan bahwa:
“Allah
adalah roh, yang dalam diri-Nya dan dari diri-Nya adalah wujud, kemuliaan,
kebahagiaan, dan kesempurnaan yang tak terhingga, mencukupi untuk segala hal;
kekal, tidak berubah, tidak terpahami, hadir di segala tempat, mahatahu,
mahakuasa, berhikmat sempurna, mahakudus, mahaadil, amat penyayang, murah hati
dan panjang sabar, berlimpah kebaikan dan kebenaran-Nya”.[3]
Kebenaran
Allah seluruhnya adalah Roh dan adalah suatu hal yang tidak mungkin jikalau
manusia berusaha untuk mencari tahu siapa Allah, sebab Dia dalah Roh, yang
tidak berwujud tidak bisa dipahami dan dimengerti oleh akal manusia. Itulah
sebabnya Rasul Paulus mengatakan “hormat dan kemuliaan dan sampai
selama-lamanya, bagi raja segala zaman, allah yang kekal, tak nampak, yang
esa!” (I Tim. 1:17). Dan juga dalam I tim. 6:15, 16, Rasul Paulus mengatakan “Raja
atas segala raja dan Tuan atas segala tuan. Dialah yang satu-satu-Nya yang
tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tidak terhampiri.
Seorang pun tidak pernah melihat dan memang manusia tidak dapat melihat Dia.
Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin”. Memang sulit sekali untuk
mengerti bahwa Allah itu Roh, walaupun dalam Firman Tuhan mengatakan tentang
tangan dan kaki, mata dan telinga, mulut dan hidung Allah, tetapi tidak berarti
bahwa Allah itu mempunyai wujud sama seperti yang kita pikirkan, hal itu
hanyalah sebuah kiasan, sebab Allah melebihi segala sesuatu yang ada dalam diri
manusia.
b. Hikmat
Allah
Hikmat
Allah berbeda dengan hikmat manusia. Louis
berkhof mendefinisikan hikmat Allah sebagai “Kesempurnaan Allah dimana ia,
dengan cara yang sangat unik, mengenal diri-Nya sendiri dan segala sesuatu yang
mungkin dan aktual dalam satu tindakan kekal dan paling sederhana”.[4] Jadi, hikmat Allah itu bersifat relatif dan
Ia mengetahui tentang ciptaan-Nya dal pemahaman-Nya yang kekal, jauh sebelum
dunia dijadikan. Dan bukan saja hikmat Allah itu dipandang sebagai suatu
kesempurnaan tetapi juga harus kita tahu bahwa hikmat Allah tidak terjangkau
dan tak terpahami oleh pikiran manusia, sebab hikmat Allah berbeda dengan
hikmat manusia. Hikmat-Nya begitu dalam
(Roma 11:33), benar adanya serta
penuh kuasa. Hikmat Allah tersembunyi dan rahasia (I Kor. 2:7). Rasul Paulus
mengatakan bahwa sesungguhnya hikmat manusia berubah menjadi kebodohan bila dipandang
dari sudut hikmat Allah. Hal tersebut membuktikan bahwa merupakan tolok ukur,
dalam arti bahwa semua hikmat yang lain diukur menurut hikmat Allah. Dan sangat
jelas bahwa yang dimaksudkan disini adalah tindakan-tindakan Allahyang
berhikmat dalam penyelamatan manusia. Dan juga kita ketahui bahwa karya Allah
bagi manusia dipandang berasal dari hikmat-Nya.
Hikmat itu
berkaitan erat dengan pengetahuan. Dan juga kita tidak dapat membedakan kedua
kata tersebut, sebab hikmat merupakan penggunaan dari pengetahuan dan hikmat
yang sempurna disebabkan adanya pengetahuan yang sempurna. Dalam Mat. 6:8, “Bapamu
mengetahui apa yang kamu perlukan sebelum kamu meminta kepada-Nya”. Hal ini
menunjukkan bahwa Allah mempunyai pengetahuan yang tepat dan terperinci
mengenai tindakan-tindakan dan kebutuhan-kebutuhan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.
Ia melihat apa saja yang dilakukan oleh manusia secara tersembunyi (Mat. 6:4,
6). Yesus menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui (Mat. 10:26).
Dalam hal
ini Donald Guthrie mengatakan bahwa
“Pemahaman yang sempurna ini berarti bahwa rencana-rencana-Nya dan
maksud-maksud-Nya adalah sempurna dan tidak pernah salah”.[5]
Dalam kemhatahuan-Nya yang sempurna dan kekal adanya, Allah dapat mengetahui
setiap tindakan dan keadaan manusia tanpa terkecuali.
c. Kebijaksanaan
Allah (Wisdom of God)
Atribut
Allah ini bersifat praktis dan menjadikan pengetahuan menjadi pelayanan atas
tujuan tertentu atau yang hendak dicapai. Hikmat dan kebijaksanaan Allah saling
berkaitan erat, namun keduanya berbeda. Kebijaksanaan Allah nyata dalam
ciptaan, providensi dan dalam karya penebusan atas umat-Nya yang telah dipilih
dari kekal, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, (Mzm. 19:1-7; 104:1-34;
33:10,11; Rm. 8:18; 11:33; 1 Kor. 2:7; Ef. 3:10). Kebijaksanaan Allah adalah
suatu kebodohan bagi orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan atau bagi
mereka yang akan binasa (I Kor. 1:8). Itulah sebabnya kebijaksanaan Allah hanya
ada pada orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan dan senantiasa hidup
takut akan Dia. Sebagai contoh, lihatlah hidup raja Salomo yang penuh
bijaksana, sehingga ia adalah raja yang termasyur dalam kerajaan Israel. Karena
ia hidup taat dan takut akan Tuhan dalam pemerintahannya sebagai raja.
Louis Berkhof mengatakan bahwa kebijaksanaan Allah merupakan
“kesempurnaan Allah dimana ia menerapkan pengetahuan-Nya pada keberhasilan
tujuan akhir-Nya dalam cara yang paling memuliakan Dia”.[6]
Dalam kebijaksanaan-Nya Allah telah mengetahui apa yang akan terjadi dan pasti
akan terjadi sesuai dengan rencana-Nya yang tidak pernah salah dan keliru dan
hal itu semuanya hanya untuk memuliakan diri-Nya sendiri. Tentang kebijaksanaan
Allah ini, Robert Shaw lebih
menegaskan lagi dengan mengatakan bahwa:
The wisdom
of God is that perfection of His nature by which he directs all things to their
proper end – the end for which He gave them being; and this is own glory; for
as He is the most excellent being, nothing can be so excellent end as His own
glory.[7]
(Kebijaksanaan Tuhan adalah kesempurnaan alami-Nya dengan mana Ia mengarahkan
segala sesuatu kepada akhir sesuai mereka- akhir dimana Ia memberi mereka ada;
dan ini adalah kemuliaan bagi diri-Nya sendiri; karena Ia adalah yang paling
sempurna, tidak ada apapun dapat akhir sangat sempurna seperti kemuliaan-Nya
sendiri).
Pernyataan
tersebut di atas membuktikan bahwa dalam kesempurnaan-Nya, dengan jelas Allah
menunjukkan bahwa Ia selalu berusaha mencapai tujuan akhir yang terbaik yang
sangat sempurna, yaitu memuliakan diri. H.
B. Smith dalam bukunya Louis Berkhof
memberikan definisi tentang kebijaksanaan Allah sebagai “atribut-atribut Allah
dengan mana ia menghasilkan hasil akhir terbaik dengan cara yang terbaik yang
mungkin dipakai”.[8]
Segala sesuatu yang Tuhan perbuat dalam kebijaksanaan-Nya akan menjadi hasil
akhir yang terbaik dan hasil akhir itu merupakan kemuliaan bagi diri-Nya
sendiri. Dan kebijaksanaan-Nya telah nyata dalam diri Yesus Kristus.
Atribut
Allah ini berkaitan erat dengan Kemahatahuan Allah, sebab dalam
Kemahatahuan-Nya Allah bertindak dengan kebijaksanaan-Nya menunjukkan pada
kondisi Allah yang Mahatahu, dan dalam kebijaksanaan-Nya membicarakan tentang
bagaimana Kemahatahuan Allah itu diterapkan dalam rencana, kehendak Allah yang
tujuan-Nya sangat baik. Allah yang Mahatahu dan Allah Maha Bijak tidak pernah menjadi
lebih tahu dan lebih pandai dari pada sebelumnya, semuanya itu tidak pernah
berubah dari kekal sampai kekal, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.
Sulit
sekali bagi kita untuk mengerti tentang Kemahatahuan Allah, sebab kita adalah
manusia yang berdosa, yang penuh dengan keterbatasan dan bagaimana mungkin yang
tebatas dapat memahami yang tidak terbatas. Manusia yang tahu bahwa Allah Maha
Tahu pun tetap berusaha menyembunyikan dirinya dari Allah (Kej. 3:8), karena
dosa menghantui dan membuat manusia takut kepada Allah. Bahkan manusia telah
diselamatkan manusia masih berada dalam ketidaknyamanan dan ketidaksenangan
dengan Allah yang Maha Tahu. Itulah sebabnya A. W. Tozer mengatakan bahwa:
“in the
Divine Omniscience we see set forth against each other the terror fascination
of the Godhied. That God knows each person through and through can be a cause
of shaking fear to the man that has something to hide-some unforsaken sin, some
secret crime committed against man of God”.[9]
(Dalam kematahuan Allah tersingkap hal-hal yang menakutkan dalam sekaligus
mengherankan dari Allah. Allah yang mengetahui segala sesuatu dapat menjadi
sumber ketakutan bagi mereka yang menyembunyikan sesuatu seperti dosa yang
dirasa tak terampunkan atau kejahatan yang tersembunyi baik itu kepada sesama
manusia maupun kepada Allah itu sendiri).
d. Kebaikan
Allah
Kebaikan
Allah merupaka salah satu atribut Allah yang tergolong dalam atribut moral
Allah. Kebaikan Allah adalah perasaan yang dirasaan yang dirasakan oleh Allah
atas makhluk-Nya. Para Pemazmur mengatakan bahwa Tuhan itu baik, penuh dengan
rahmat terhadap segala yang diciptakan-Nya. Dan juga nyata dalam perkataan
Yesus terhadap orang muda yang kaya, “Tidak ada satu pun yang baik kecuali Allah
”. Dia adalah sumber segala sesuatu yang
baik dan melimpah kasih dan anugerah-Nya.
Louis Berkhof mendefinisikan kebaikan Allah atas makhluk-Nya
“sebagai kesempurnaan allah yang membawa dia untuk berurusan dengan tanpa batas
dan dengan lemah lembut dengan semua makhluk-Nya ”.[10] Lebih jelas oleh R. L. Dabney dalam bukunya yanng berjudul “Systematic
Theology” mengatakan: His goodness
is true; being perfectly sincere and its outgoing exactly according to His owh
perfect knowledge of the real state of its object and His justice.[11]
(kebaikan-Nya adalah benar; yang dengan sempurna tulus hati dan yang ramah tepat
sesuai dengan pengetahuan yang sempurna dan riil tentang objek dan
keadilan-Nya).
Dalam
kebaikan Allah, Ia menuntut pertobatan yang sungguh-sungguh, sebab dalam
kebaikan-Nya kita menjadi baik. Sebenarnya kita adalah manusia yang tidak
memiliki hal-hal yang baik, karena manusia telah makan buah dari taman itu,
sehingga manusia telah hilang segala-galanya di hadapan Allah. Akan tetapi
dalam kebaikan Allah, membuat manusia menjadi baik di dalam Yesus Kristus.
Dalam semuanya itu Allah menyesal, tetapi ingat menyesal-Nya Allah tidak sama
dengan menyesalnya manusia, Allah tetap setia dalam maksud dan rencana-Nya, di
samping itu tidak terlepas dari kebaikan-Nya yang telah nyata dalam kasih dan
anugerah-Nya. Akan tetapi dalam kebaikan-Nya Allah juga merasakan kecewa,
menyesal, mungkunkah Ia adalah Allah yang berubah? Sekali-kali tidak sebab Dia
adalah Allah yang tetap berpegang pada keputusan dan rencana-Nya.
1. Kasih
Allah
Kebaikan Allah
itu diterapkan kepada umat-Nya. Dalam konteks inilah Allah juga menunjukan kasih-Nya
yang besar terhadap umat-Nya. Dalam kebaikan-Nya Allah juga membuktikan
kasih-Nya yang luar biasa terhadap manusia. Allah tidak pernah meninggalkan
umat-Nya, melainkan sebaliknya Ia selalu mengasihi dengan kasih setia-Nya yang
tidak pernah berkesudahan. Dan pada kenyataannya bahwa tuhan sedih melihat
dosa-dosa umat-Nya berarti Ia mengasihi umat-Nya (Yes. 63:9-10; Efesus. 4:30).
Jelas sekali bahwa keterlibatan perasaan Allah kepada umat-Nya dan hal itu
terbukti dalam kasih-Nya. Allah bertindak dalam kasih-Nya secara sukarela dan
Cuma-Cuma yang berlandaskan kebenaran dan kekudusan-Nya. H. C. Thiessen mengatakan bahwa, kasih Allah merupakan kasih sayang
yang rasional dan sukarela karena berlandaskan kebenaran dan kekudusan serta
bertindak secara sukarela.[12]
Dengan tali
kasih-Nya Allah menarik segala umat kepunyaan-Nya tanpa terkecuali. Yang telah
dipilih-Nya dari kekal sampai kekal menyerukan “karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal ” (Yoh. 3:16). Pengakuan Iman Gereja Belanda
mengatakan, “Dalam Yesus, Allah menyatakan kasih-Nya dan kemurahan-Nya”.[13]
Dalam semuanya itu, Allah bertindak dalam kasih-Nya yang besar untuk
menyelamatkan orang-orang pilihan –Nya teristimewa untuk memuliakan diri-Nya
sendiri.
Louis Berkhof mendefinisikan kasih Allah sebagai “kesempurnaan
Allah yang dengan –Nya Ia digerakkan secara kekal kepada komunikasi diri”. [14]
Allah baik dan kesempurnann-Nya mutlak
adanya. Allah adalah kasih. Dan sumber kasih (II Kor. 13:11; I Yoh. 4:8, 16),
Allah mengasihi dunia (Yoh. 3:16; Ef. 2:4). Oleh kasih-Nya sehingga kita
mempunyai keyakinan bahwa kasih Allah merupakan sumber penghiburan bagi setiap
kita yang percaya kepada-Nya (Roma. 8:35-39). Allah mengasihi kita untuk
memuliakan diri-Nya. Allah tidak pernah menarik kasih-Nya atas ciptaan-Nya yang
telah berdosa dan walaupun dosa adalah suatu kebencian bagi Allah. Akan tetapi
perlu diingat bahwa Allah mengasihi umat-Nya yang khusus dengan kasih yang
khusus dan hal itu telah nyata dalam diri Yesus Kristus. Di dalam Dialah,
orang-orang pilihan-Nya diangkat menjadi anak-anak-Nya dan mengkomunikasikan
diri-Nya secara nyata dan melimpah anugerah dan kemuliaan-Nya (Yoh. 16:27; Rm.
5:27; I Yoh. 3:1 ).
Kasih Allah
tidak dapat dianalogikan dengan kasih yang dimiliki oleh manusia, sebab kasih manusia
dapat dipahami, dikenal bahkan dapat dimiliki, tetapi kasih Allah merupakan
atribut-Nya yang menggambarkan sifat-Nya yang tidak bisa dilihat, dikenal,
dipahami oleh indera manusia. Itulah sebabnya Yakub B. Susabda mengatakan “Kasih Allah bukanlah sesuatu yang
natural sehingga dapat dibandingkan dengan kasih manusia yang dapat dikenal,
pahami, rasakan, bahkan miliki”.[15]
Kasih Allah
yang dimaksud disini adalah kasih “agape”, kasih yang tidak menuntut balas
sedangkan kasih manusia adalah kasih filia, storge, dan eros yang dapat
dimengerti dan dipahami. Tuhan Yesus berkata, “sama seperti Aku mengasihi kamu
…semua orang akan tahu bahwa orang bahwa kamu adalah murid-murid-Ku yaitu
jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:34-35). Lebih jelas lagi dikatakan oleh
Dr. J. Verkuyl:
Allah
adalah kasih, itu berarti bahwa Ia menyatakan diri-Nya kepada kita. Ia sedia
bergaul dengan kita. Ia memberi keampunan dan menaruh belas kasihan kapada
kita. Allah adalah kasih, itu berarti bahwa bukan sedikit yang diberikan kepada
kita, bukan pula banyak sekali, tetapi semua, segala-galanya diberikan kepada
kita, supaya kita tertolong dari cengkeraman dosa untuk memperoleh keselamatan
dan untuk dipimpin kembali kepada tujuan kita semula buat selama-lamanya.[16]
2. Anugerah
Allah
Dalam
kebaikan Allah ada anugerah, dan anugerah itu merupakan salah satu atribut
Allah yang menunjukan kebaikan Allah yang tanpa pamrih, yang tanpa menuntut
balas kepada manusia. Louis Berkhof
mengatakan, “Istilah anugerah ini menunjukan kebaikan yang tanpa pamrih atau
kasih Allah kepada mereka yang sering mengabaikannya, yang dalam naturnya layak
untuk dihukum”.[17]
Yang sebenarnya manusia yang memberontak terhadap Allah patut dihukum atas
segala dosa-dosanya. Akan tetapi, dalam kebaikan-Nya Allah bertindak berdasarkan
kasih-Nya, sehingga Ia menganugerahkan keselamatan itu kepada umat-Nya yang
khusus (Ef. 2:8; Titus. 2:11).
Dengan
anugerah-Nya Allah menarik kepunyaan-Nya, yang telah ditentukan-Nya, dari kekal
sampai kekal. Dalam anugerah-Nya Allah menginsafkan kita, supaya kita menyadari
akan kemalangan hidup kita yang penuh dengan dosa, yang sebenarnya pantas untuk
dimurkai oleh Allah. Oleh karena itu, dengan hati yang percaya, hati yang luluh
lantak merendahkan diri dihadapan Allah, karena kita tidak berhak sedikitpun
meninggikan dan menyombongkan diri dihadapan Allah. Dan tiada yang bisa
diperbuat oleh manusia untuk membalas kebaikan Allah, selain ber-pasrah diri
dan hanya bergantung kepada Allah.
Seperti yang dikatakan oleh Philip
Yancey, “grace means there is nothing we can do to make God love us more,
and grace means there is nothing we can do to make God love us less”. [18](kasih
karunia berarti tak ada satu pun yang dapat dilakukan untuk menambah atau
mengurangi kasih yang Allah sudah berikan).
3. Belas kasihan
dan kemurahan Allah
Kebaikan
Allah juga berkaitan erat dengan belaskasihan-Nya. Sebab kebaikan dan kasih
Allah merupakan belaskasihan-Nya. Hal ini berarti bahwa dalam kebaikan-Nya
Allah bertindak berdasarkan kasih-Nya dan menganugerahkan keselamatan kepada
umat-Nya, bukan karena Tuhan memperhitungkan segala kebaikan dan amal manusia
melainkan hanya karena pengasihan atau belas kasihan Allah. Ketika manusia
jatuh dalam dosa, manusia sudah terjerat dan berada dalam ketidakberdayaan,
sehingga dengan belas kasihan Allah dalam kasih-Nya Ia datang mengangkat
manusia dari ketidakberdayaan-Nya serta Tuhan senantiasa melepaskan manusia
dari segala kesusahan-kesusahan yang ada.
Loius Berkhof berkata,” Dalam kemurahan-Nya Allah menyatakan
diri-Nya sebagai Allah yang berbelaskasihan, yang merasa kasihan pada mereka
yang ada dalam kesusahan dan Allah senantiasa siap untuk melepaskan mereka dari
kesusahan mereka”.[19]
Dalam kemurahan-Nya Allah selalu menolong manusia yang mengalami kesusahan,
persoalan dan tantangan yang sedang dihadapi. Dan oleh kemurahan-Nya manusia
dapat diselamatkan, yang sebenarnya tidak layak untuk diselamatkan. Dengan
jelas Donald Guthrie mengatakan
bahwa kemurahan hati Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang layak
dihukum. Istilah inilah yang mengungkapkan sikap Allah yang menyediakan
keselamatan bagi manusia.[20]
Dan belaskasihan Allah tak pernah ada batasnya, (Ul. 5:10; Mzm. 57:10; 86:5).
4. Kesabaran
Allah
Kebaikan
dan kasih Allah juga selalu dikaitkan dengan kesabaran Allah, sebab dalam
kebaikan dan kasih-Nya Allah bertindak dengan sabar walaupun manusia
terus-menerus memberontak dan tidak taat kepada Allah.
5. Kesucian
dan Kekudusan Allah.
Atribut
Allah ini digolongkan sebagai atribut moral Allah, sebab dalam atribut tersebut
mengungkapkan sifat dan kelakuan Allah yang kudus dalam setiap tindakan-Nya,
baik itu dalam kasih-Nya, anugerah-Nya, maupun dalam kebaikan dalam
keadilan-Nya. Dr. H. Hadiwijono menyatakan
bahwa: “Kekudusan Tuhan Allah bukan suatu teori, bukan hasil pemikiran manusia.
Demikianlah kekudusan Allah menunjukkan kelainan, Tuhan Allah dari manusia.
Akan tetapi arti kekudusan ini tidak pernah dipisahkan daripada hubungan Tuhan
Allah dengan umat-Nya”.[21]
Pernyataan ini jelas bahwa Allah itu kudus adanya dan tak akan pernah
bercampur, bersekutu dengan dosa.
Bagi
manusia adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk mengerti, apa sebenarnya
kesucian Allah tanpa Allah menganugerahkan kepadanya. Walaupun manusia mengenal
kata suci, tetapi sebatas dalam konteks pengertian dan pemahaman kita tentang
kesucian Allah. Dalam hal ini James M.
Bois mengatakan bahwa: “perfection of the God…and the holiness of God
cannot be placed in the same category as human goodnes.”[22]
(Kesempurnaan dari hal-hal yang baik…dan kesucian Allah tidak dapat ditempatkan
dalam kategori yang sama seperti yang manusia pikirkan dengan kebaikan-kebaikan
tertentu).
Manusia
tidak dapat mengerti dan memahami atribut Allah ini menurut pikiran manusia
sendiri, karena kesucian Allah bukanlah masalah moral dan etika yang dapat
dimengerti dan yang selalu dibayangkan oleh manusia. Kesucian sama sekali bukan
konsep tentang etika. Karena lebih menunjuk pada natur Allah yang sama sekali
terpisah dan berbeda dari yang lain termasuk dari segala ciptaan-Nya Ia adlah
Allah yang suci, artinya Ia yang sama sekali berbeda atau lain. Walaupun Allah
hadir dan memberikan diri-Nya dikenal oleh umat-Nya, namun Ia tetap Allah yang
terus-menerus menyingkapkan diri-Nya sebagai Allah yang berbeda dan tidak dapat
dimengerti dan dipahami. Emil bruner,
mengatakan bahwa: “the holiness of God is therefore not only an absolute
difference of nature, but it is an active self-differentiation, the willed
energy with which God asserts and maintains the fact that he is Wholly Other
againts all else. The absoluteness of this difference bocomes the absoluteness
of His holy will, which is supreme and unique.”[23]
(Kesucian Allah bukan hanya natur-Nya yang berbeda tetapi bahkan perbedaan
secara aktif terus dikerjakan Allah karena Dia ingin selalu dikenali sebagai
sama sekali lain dari segala sesuatu. Kemutlakan perbedaan ini termasuk
kemutlakan kehendak-Nya yang utama dan unik).
6. Kebenaran
dan Keadilan Allah.
Kebenaran
Allah yang dimaksudkan di sini adalah kebenaran yang dinyatakan Allah dalam
berelasi dengan makhli-Nya. Dan atribut Allah ini biasa juga disebut sebagai
keadilan Allah, karena kebenaran nyata, dalam menghukum orang-orang yang tidak
percaya kepada-Nya. Mengenai kebenaran dan keadilan, William W. Menzies dan Stenley M. Horton mengatakan bahwa, keadilan
dan kebenaran dibantu melalui kemarahan Allah yang Kudus atau kemurkaan
terhadap orang-orang yang membangkang kepada Dia (Why. 16:1-5).[24]
Di samping itu juga dalam kebenaran-Nya dengan adil-Nya Allah memberi
pengampunan kepada manusia yang bertobat, membela umat-Nya dan memberikan
jaminan yaitu hidup yang kekal pada mereka yang dibenarkan dalam Kristus.
Hal yang
sama dan lebih ditegaskan oleh Ichwei.
G. Indra menyatakan bahwa : kebenaran Allah itu dinyatakan dalam menghukum
orang yang berdosa (Mzm. 11:4-9), dalam mengampuni orang yang mengakui segala
dosanya (1 Yoh. 1:9), dalam menepati janji-janji-Nya (Neh. 9:7-8), dalam
membela umat-Nya di hadapan musuh (Mzm. 129:1-4), dan dalam menganugerahkan
pahala kepada orang benar (2 Tim. 4:8; Ibr. 6:10).[25]
Telah nyata bahwa dalam menyatakan kebenaran-Nya Allah bertindak dengan
keadilan-Nya dengan seadil-adilnya. Secara singkat Stephen Tong mengatakan, Allah adalah kebenaran itu sendiri, Allah
adalah sumber dan realita pada keadilan itu sendiri dan Allah adalah diri-Nya
kebenaran itu sendiri.[26]
Sebagai suatu kesimpulan bahwa, dalam kebenaran-Nya Allah bertindak dengan
keadilan-Nya dalam menyatakan penghukuman pada orang berdosa dan penyelamatan
kepada mereka yang telah dikhususkan sejak dari semula. Sehingga dalam
kebenaran dan keadilan Allah kita dapat melihat dua sudut yang berbeda seperti
yang dikatakan oleh Dr. R Soedarmo, keadilan Allah mempunyai sudut yang
positif, yaitu memberi pahala kepada orang yang taat kepada-Nya dan sudut
negatif adalah menjatuhkan hukuman atas orang yang bersalah.[27]
7. Kehendak
Allah yang Berdaulat
Kehendak
Allah atau will of God adalah Allah itu sendiri, di mana dalam kehendak-Nya
Allah bertindak dengan kemahakuasaan-Nya untuk orang-orang-Nya teristimewa
untuk kemuliaan diri-Nya. Satu kata pendek dikemukakan oleh Herman Bavick bahwa “God’s will is God
Himself.”[28]
(Kehendak Allah adalah Allah itu sendiri). Allah di dalam diri-Nya adalah Allah
yang mempunyai kehendak untuk diri-Nya sendiri dan apa yang menjadi
kehendak-Nya pasti akan terjadi (Mzm. 115:3; Ams. 21:1; Dan. 4:35). Mahakuasa
adalah bahwa Allah memilliki kuasa di atas kuasa yang lain dan kuasa-Nya mutlak
adalah atas ciptaan-Nya. Dia memerintah ciptaan-Nya dan seluruh semesta alam di
bawah pengadilan-Nya. Sebab dalam kehendak-Nya Allah menunjukkan kuasa pada
manusia. Dengan kata lain, dengan kuasa-Nya Allah melaksanakan kehendak-Nya. Duane Edward Spenser mengatakan, the
Calvinist insist that salvation is based on the free will of God, and since God
is omnipotent, His grace cannot be resisted.”[29]
(Calvinis dengan tegas mengatakan
bahwa keselamatan berdasarkan kehendak bebas Allah, karena Allah itu Mahakuasa).
2. KASIH
KARUNIA/ANUGERAH ALLAH SECARA KHUSUS
Berbicara
tentang kasih karunia Allah secara khusus, terlebih dahulu kita harus tahu apa
itu kasih karunia Allah secara khusus.
Dan kata anugerah dalam Perjanjian Lama terambil dari bahasa Ibrani “chanan” yang berarti kebaikan dan
keindahan (Amsal 22:11; 31:30) dan yang paling umum diartikan sebagai kemurnian
hati dan kemauan baik. Dan dalam
Perjanjian Baru diambil dari Bahasa Yunani “charis”
yang berarti bersukacita, yang paling tepat adalah maksud atau kehendak baik
(Luk. 1:30; 2:40, 52; Kis.2:47; 7:46; 24:27).
Kata-kata ini menunjukkan perkerjaan Allah yang tidak memperhitungkan
perbuatan dan amal manusia (jasa), dan hal itu semata-mata karena anugerah
Allah. Anugerah ini merupakan wujud
kasih Allah kepada manusia secara cuma-cuma, yang tidak pernah berubah, yang
diwujudnyatakan dalam pengampunan dan pembebasan dari hukuman. Terbukti dalam pengorbanan Kristus di atas
kayu salib untuk dosa umat pilihan-Nya.
Louis Berkhof mengatakan, anugerah adalah kasih Allah kepada
manusia yang cuma-cuma, berdaulat, tidak berubah, ketika manusia masih berdosa
dan bersalah dan anugerah itu diungkapkan dalam pengampunan dosa dan pembebasan
dari penghukuman dosa.[30] Jelas bahwa hal ini merupakan suatu anugerah
yang dikhususkan kepada mereka yang telah dikhususkan dan yang ditentukan-Nya
sejak dari semula. Dan anugerah Allah
itu merupakan janji yang mutlak dari Allah kepada manusia yang menjadi bagian
dalam karya keselamatan itu.
Thomas
Goadwim mengatakan
bahwa:
Grace of God, and freating with in for is salvation
that the absolute declaration of this free grace, or the absolute promises of
the gospel, are the objek of fanth of recombence, or adherence that election
grace, and the immutability of God counsel, as indifinitely in the promises are
also the objek of fait.[31]
(Anugerah Allah dan karya keselamatan merupakan penyataan mutlak dari anugerah
yang bebas atau janji yang mutlak dari Injil merupakan objek tertinggi yang
terbentang; atau kesetiaan bahwa pemilihan anugerah dan hikmat Allah yang kekal
sebagai tujuan yang tidak terbatas dari janji yang merupakam sasaran iman).
Kristus datang
ke dalam dunia adalah anugerah yang terbesar bagi manusia. Mengapa
demikian? Sebab kejatuhan manusia dalam dosa mengakibatkan manusia putus
hubungan dengan Tuhan, manusia tidak bisa lagi menghampiri Allah yang Maha
Kudus dan hanya layak untuk dihukum dan dimurkai. Akan tetapi harus diingat,
bahwa kedatangan Kristus bukan untuk semua orang, melainkan hanya untuk mereka
yang percaya kepada-Nya, yang telah dikhususkan untuk diselamatkan. Dalam hal
ini, Edwin Palmer mengatakan bahwa,
kaum Armenian percaya bahwa “Kristus mati untuk semua orang”, sedangkan kaum
Calvinis menjawab dengan pernyataan, “Kristus mati hanya bagi orang-orang yang
percaya kepada-Nya”. Kaum Armenian mempercayai penebusan universal, kaum
Calvinis penebusan terbatas.[32]
Lebih jelas lagi oleh John Calvin,
di sana Allah merentangkan tangan-Nya kepada semua orang tanpa terkecuali,
tetapi Dia hanya memegang (sedemikian rupa sehingga akan membawa mereka
kepada-Nya) yang telah dipilih-Nya sebelum dunia dijadikan.[33]
Anugerah keselamatan bagi orang pilihan bukan saja
diselamatkan, tetapi juga diangkat menjadi anak-anak kerajaan Allah dan secara otomatis memperoleh
kelahiran kembali. Dan karena itu kita semuanya dilayak untuk memanggil Dia
sebagai Bapa kita. Di samping itu juga Allah memberikan Roh-Nya yang Kudus
untuk membimbing kita menuju kedewasaan di dalam Tuhan. John R. W. Stott
menjawab Bapa sorgawi bagi setiap orang percaya yaitu yang belum dewasa dalam
Kristus (1. Kor. 3:1) menjadi sempurna dalam Kristus (Kol. 1:28). Kelahiran
baru harus disusul dengan pertumbuhan. Pembenaran (Penerimaan kita di hadapan
Allah) harus menuju pada proses penyucian (pertumbuhan kita dalam kesucian).[34]
Kelahiran baru merupakan pengalaman dari keselamatan itu, yang mana dalam hal
tersebut adanya kebangunan rohani atau kebangunan moral di dalam Tuhan. Dr. Peter Wongso mengatakan, bertobat
adalah orang berdosa di dalam kegelapannya mendapat sinar terang dari Tuhan,
lalu sadar akan jahat dan kejinya dosa, serta merasakan cinta kasih Tuhan.[35]
Keselamatan adalah pemberian Allah dan bukan hasil usaha manusia dan itu
diberikan karena semata-mata karena kasih dan anugerah Tuhan. Jelas bahwa dalam
konteks ini Allah yang mencari dan mengasihi manusia bukan manusia yang mencari
dan mengasihi Allah. Jelas sekali dengan apa yang dikatakan oleh Max Lucado, keselamatan adalah anugerah
Allah, terdorong oleh Allah, berasal dari Allah. Pemberian itu bukan berasal
manusia kepada Allah, tetapi berasal dari Allah kepada manusia. Bukan kita yang
telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang mengasihi kita dan telah mengutus
anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.[36]
3. KASIH
KARUNIA ATAU ANUGERAH ALLAH SECARA UMUM.
Berbicara
mengenai kasih karunia atau anugerah Allah secara umum maka yang ingin
dijelaskan dan ditekankan adalah kasih karunia yang bersifat universal dan
menyeluruh. Anugerah ini diberikan kepada kepada segala makhluk ciptaan Tuhan
dan kepada seluruh umat manusia secara menyeluruh tanpa terkecuali. Dalam hal
ini, Louis Berkhof mengutip
pembagian anugerah oleh Dr. H. Kuiper
yang dibicarakan oleh Calvin, “Anugerah
yang bersifat universal yaitu satu anugerah yang mencakup semua makhluk;
anugerah yang menyeluruh yaitu anugerah yang diberikan kepada seluruh umat
manusia secara menyeluruh dan bagi semua manusia”.[37]
Anugerah umum ini merupakan pemberian Allah kepada semua makhluk secara
universal dan kepada segala umat manusia secara menyeluruh.
Setelah
Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, Ia tidak membiarkan
ciptaan-Nya begitu saja melainkan tetap memelihara dan memberkatinya. Walaupun
manusia sudah jatuh dalam dosa dan mengakibatkan bumi ini terkutuk, namun Ia
tetap memelihara dan menganugerahkan berkat-berkat alamiah seperti hujan dan
matahari, makanan dan minuman, pakaian dan tempat tinggal kepada semua manusia
tanpa terkeculai.
Oleh karena
dosa semua manusia tidak mempunyai kemampuan sedikit pun untuk menghasilkan
yang baik untuk kelangsungan hidupnya, selain bergantung sepenuhnya kepada
Allah. Betapa banyaknya yang Tuhan perbuat dalam hidup ini, Allah bekerja
mencegah pengaruh yang merusak dan perkembangan dosa dalam dunia ini dan
menjaga serta memperkaya dan mengembangkan kehidupan alamiah umat manusia
secara umum dan pribadi lepas pribadi dalam konteks atau cakupan seluruh umat
manusia. Jelas sekali bahwa berkat-berkat alamiah (natural) yang kita nikmati
merupakan wujud anugerah Allah bagi manusia secara umum.
Akan tetapi
Louis Berkhof mengatakan bahwa”
harus juga diingat bahwa “gratia comunnis”
walaupun secara umum menunjukan pada suatu anugerah yang umum bagi seluruh umat
manusia, juga digunakan untuk menunjuk arti suatu anugerah yang umum bagi orang
pilihan dan orang bukan pilihan yang hidup di bawah Injil.[38]
Jadi, yang ditekankan adalah bahwa anugerah ini universal dan menyeluruh dalam
arti mencakup orang-orang pilihan dan orang-orang yang bukan pilihan seperti
yang terdapat dalam Ibr. 6:4-6. Anugerah Allah ini nyata dalam penciptaan dan
pemeliharaan Allah dalam kehidupan manusia tanpa terkecuali.
Loraine Boettner mengatakan bahwa;
Common
grace is the source of all the order, refnement, culture, common virtue, etc
which we find in the world and trough it the moral power of the truth upon the
heart and concience is increased in the evil passions.[39] (Anugerah umum adalah sumber dari
semua susunan perbaikan, budaya, kebaikan umum, dan lain-lain yang mana kita
temukan dalam dunia ini dan melalui kuasa moral kebenaran atas hati dan suara
hati di tingkat dan nafsu orang yang jahat dikendalikan).
Anugerah
umum diberikan kepada semua orang secara umum tanpa terkecuali, tidak
mengampuni dan menyucikan keberadaan manusia yang telah berdosa dan tidak
mengakibatkan keselamatan baginya. Berkat-berkat
umum bagi seluruh umat manusia secara tidak langsung dihasilkan dari
penyelamatan manusia. Dan sarana yang
dipakai oleh anugerah umum adalah: terang wahyu Allah, pemerintahan dan
pendapat umum. Dengan terang wahyu-Nya
Allah menyinari seluruh alam semesta dan wahyu itu berfungsi untuk membimbing
hati nurani dari manusia itu sendiri.
Dan pemerintahan juga merupakan alat yang dipakai untuk menyalurkan
anugerah umum itu sebab pemerintah itu merupakan atau ditunjuk oleh Allah
sendiri dan barang siapa yang melawan pemerintah sama seperti memberontak
peraturan yang ditetapkan oleh Allah.
4. ALLAH TRITUNGGAL
Apa
itu Allah Tritunggal?
Kata
Tritunggal berasal dari bahasa Latin yakni “Trinitas”
yang berarti ketigaan. Dalam Alkitab
yang adalah kitab suci agama Kristen mengajarkan bahwa dalam zat yang Ilahi
yang esa, ada tiga pribadi yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dan ketiga Pribadi inilah yang biasa disebut
sebagai Allah Tritunggal. Allah Bapa
adalah awal dari segala sesuatu. Dialah
Sang Pencipta langit dan bumi serta segala isinya. Allah Anak adalah Firman yang telah menjadi
daging, yang telah datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang-orang yang
telah dipilih-Nya, ditentukan-Nya dari kekal sampai kekal. Dan Allah Roh Kudus adalah kekuatan dan
kemampuan Allah yang tinggal di dalam umat-Nya.
Dia-lah yang mengerjakan keselamatan itu dalam hati dan hidup anak Tuhan
serta menguduskan. Guido de Bress mengatakan bahwa:
Sesuai dengan kebenaran dan
Firman Tuhan, kita percaya kepada Allah yang Esa, yang adalah Zat yang Tunggal,
yang di dalam-Nya ada tiga Pribadi, yang sungguh, benar-benar, dari kekekalan,
berlainan menurut sifat-sifat Mereka, yang tidak sama-sama Mereka miliki, yaitu
Bapa adalah sebab, asal dan awal segala hal, baik yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan. Anak adalah Firman,
Hikmat, dan gambar Bapa. Roh Kudus
adalah kuasa dan kekuatan kekal yang keluar dari Bapa dan Anak.[40]
Allah
Tritunggal merupakan Zat yang Tunggal dan Esa, yang di dalam-Nya terdapat tiga
Pribadi, yang tidak terpisahkan dan juga tidak bisa untuk dibagikan, tetapi
menjadi perbedaan adalah dalam sifat dan pekerjaan. Stephen Tong mengatakan “dan Allah yang Maha Esa itu mempunyai tiga
Pribadi, bukan satu; pribadi pertama adalah Allah Bapa, Pribadi kedua adalah
Allah Anak, dan Pribadi ketiga adalah Allah Roh Kudus. Tiga Pribadi bukan
berarti tiga Allah dan satu Allah bukan berarti satu Pribadi”.[41]Lebih
dipertegas oleh Thomas Watson bahwa:
God is but one, yet are theree distinct person
subsisting in one godhead. This is a sacread mystry, which the light within man
could never have discovered. As the two natures in christ, yet but one person,
is a wonder; so theree person, yet but one Godhead. Here is agreat deep the
Father God, the Son God, The Holy Spirit God. Yet not there Gods, but one God.[42](Tuhan
hanya satu, namun ada tiga Pribadi yang berbeda dalam satu Allah yang Kudus.
Hal ini adalah sebuah misteri yang suci, yang mana terang tidak pernah
ditemukan dalam diri seorang. Seperti dua tabiat itu dalam Kristus, namun tetap
satu Pribadi, suatu keajaiban. Oleh karena itu, tiga Pribadi namun satu
ke-Allahan. Inilah satu hal yang besar dalam Allah Bapa, Allah Anak dan Roh
Kudus. Namun bukanlah tiga Tuhan, tetapi hanya satu Allah.
Dr.
Theol. Dieter Becker
juga mengatakan bahwa, “Allah menjumpai kita dalam penyataan-Nya dengan tiga
cara: Allah yang kekal yang kita ketahui berada di atas kita, tampak hidup di
dalam Yesus Kristus di antara kita dan sekaligus mengerjakan dari
kehadiaran-Nya di dalam kita”.[43]sangatlah
jelas bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang menyatakan diri-Nya kepada
tiga Pribadi dan menunjukan bahwa Allah yang Esa bekerja sama secara terpisah,
karena kita ketahui bahwa Bapa adalah Pencipta, Anak adalah Juruselamat
(Penebus) dan Roh Kudus adalah yang mengerjakan keselamatan itu dalam hati dan
hidup kita. Bertolak dari hal tersebut menunjukan bahwa setiap Pribadi Allah
memiliki peranan-Nya masing-masing.
Dalam hal ini juga A. A. Hodge mengatakan,
The Spirit procedes from the Father and the Son (John.
15:26). As He is personally related to the Father and the Son from eternity, so
He eternally procedes from the Father and the Son. And He does so willing and
freely in order to do His appointed work.[44](Roh
meneruskan dari Bapa dan Anak (Yoh. 15:16). Ketika Ia secara Pribadi
dihubungkan dengan Bapa dan Anak dari keabadian, maka Ia selamanya meneruskan
dari Bapa dan Anak. Melakukan pekerjaan yang ditetapkan-Nya).
[1] G. I
Williamson, Katekismus Singkat
Westminster, pen: The Boen Ciok, Cet-1, Surabaya, Momentum, 1999, h. 24.
[2] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika I: Doktrin
Allah, pen. Yudha Thianto, Cet-6, Momentum,
(LRII), Surabaya, 2004, h. 108.
[3] Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme,
Cet-1, Diseleksi: Th. Van den End, Jakarta, Gunung Mulia, 2000, h. 253.
[4] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika 1, Loc. Cit,
h. 108.
[5] Donald
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru,
Pen: Lisda Tirtapraja Gamadhi dkk, Cet-5, Gunung Mulia, Jakarta, 1996, h. 73.
[6] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika I, Loc.
Cit, h. 114.
[7] Robert
Shaw, Exsposition of the Wesminster
Confession of Faith, 1999, pg. 66.
[8] Ibid.
[9] A. W,
Tozer, The Knowledge Of The Holy, New
York: Harper and Row, 1961, pg. 157.
[10] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika I, Loc.
Cit, h. 117.
[11] R. L.
Dabney, Loc. Cit. 17.
[12] Henry C.
Thiessen, Teologi Sistematika, Cet-4,
Gandum Mas, 1997, h. 130.
[13] Enam Belas Dokumen Calvinisme,
Op. Cit, h. 8.
[14] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika I, Op.
Cit, h. 118.
[15] Yakub B.
Susabda, Op. Cit, h. 166.
[16] J.
Verkuyl, Aku Percaya, Pen: Soegiart,
BPK. Gunung Mulia, Jakarta, 1981, h. 40.
[17] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika 1, Loc. Cit. h. 119.
[18] Philip
Yancey, What’s So Amazing About Grace?
(Grand Rapids), 1997, pg, 70.
[19]Louis
Berkhof, Teologi Sistematika 1, Loc.
Cit. h. 121.
[20]Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru: Misi Kristus, Roh
Kudus, Kehidupan Kristen, Pen: Jan S. Aritonang, Cet-4, Jakarta, Gunung
Mulia, 1996, h. 248.
[21] H.
Hadiwijono, Iman Kristen, Cet-12,
Gunung Mulia, Jakarta, 1999, h. 90.
[22] James M.
Boice, Foundation of The Christian Faith,
Downers Grove, IL.: IVP, 1986, pg. 126.
[23] Emil
Bruner, The Christian Doctrin of God
Dogmatics, vol 1, Trans. Olive Wyon, Phil: Westminster Press, 1950, h. 160.
[24] William
W. menzies dan Stanley M. Horton, Doktrin
Allah, cet-1, Gandum Mas, 1998, h. 53.
[25] Ichwei.
G. Indra, Teologi Sistematis: Pengetahuan
Lanjutan bagi Kaum Awam dan anggota Gereja, Yayasan Literatur Baptis,
Bandung, 1999, h. 71.
[26]Stephen
Tong, Dosa, Keadailan dan Penghukuman,
Cet-1, LRII, Jakarta, 1993, h. 28.
[27]R
. Soedarmo, Ikhtisar Dokmatika,
Cet-5, Gunung Mulia, Jakarta, 1985, h. 89.
[28] Herman
Bavinck, The Doctrine of God, Grand Rapids, Mich: Baker, 1951,
pg. 22.
[29] Duane
Edward Spenser, TULIP: The Five Point of
Calvinis in the Light of Scripture, Cet. Ke-18, USA, 1998, page 44.
[30] Louis Berkhof, Teologi Sistematika 4: Doktrin Keselamatan, Pen: Yudha Thianto,
Cet. Ke-1, Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1997, h.32-33.
[31]Thomas Goadwim, D. D., Justifyng, Vol. 8, USA, Pennsyluanis,
First Bennor of Truth Edition, pg. 194.
[32] Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme, Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996, h.
9.
[33] John
Calvin, Commentary on the First and
Second Epistles of Peter, Pen: William B. Johnston, Grand Rapids: Eerdmans,
1963, h. 364.
[34] John R.
W. Stott, Kedaulatan dan Karya Kristus,
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta, 2000, h. 171.
[35] Peter
Wongso, Soteriologi (Doktrin Keselamatan),
Cet-4, Seminar Alkitab Asia Tenggara, Malang, 1998, h. 50.
[36] Max
Lucado, Dalam Cengkeraman Kasih Karunia,
Edtr: Lyndon Saputra, 1997, h. 88.
[37] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika 1, Loc,
Cit, h. 49.
[38]Ibid,h. 51.
[39] Loraine
Boettner, The Reformed Doctrine of
Predestination, 1997, page 47.
[40] Th. Van
den end, loc.cit, h. 24
[41]Stephen
Tong, Allah Tritunggal, cet-2,
Momentum, Jakarta, 1993, h. 30.
[42] Thomas
Watson, A Body of Divinity, cet-1,
The Barth Press, 1997, h. 108-109.
[43] Dieter
Becker, Pedoman Dogmatika, cet-3,
Gunung Mulia, 1996, h. 64.
[44] A. A.
Hodge, Outlines of Theology, First
Published by the Banner of Truth Trust, 1991, Page. 12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar