I.
Arti
Penciptaan adalah karya Allah Tritunggal yang terdapat dalam Alkitab
Perjanjian Lama dalam pasal yang pertama dan ayat yang pertama yang menciptakan
riwayat penciptaan sesuatu yang tidak ada atau kosong hanya dengan firmanNya
maka segala sesuatu menjadi ada.
Di dalam berbicara tentang penciptaan,
maka hal ini tidak terlepas dari kemahakuasaan Allah sebagai Pencipta
Langit dan Bumi dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
penciptaan berasal dari kata dasar “cipta” yang artinya “kesanggupan untuk
mengadakan sesuatu yang baru”, dan dari kata kerja “menciptakan” yang artinya
“menjadikan sesuatu yang baru tidak dengan bahan” atau membuat (mengadakan)
sesuatu yang baru (belum pernah ada, luar biasa). Jadi penciptaan bisa
didefinisikan sebagai suatu proses, pembuatan, cara menciptakan sesuatu yang
baru tidak dengan bahan.[1]
Penciptaan
berkaitan dengan pekerjaan Allah sesuai dengan rencana-Nya, dan untuk
melaksanakan rencana-Nya dimulai dari penciptaan bumi yang kosong, artinya dari
tidak ada menjadi ada, dan diciptakan-Nya segala sesuatu tanpa bahan baku.
Manusia tidak dapat mengerti dengan akal budi tentang penciptaan bumi yang
kosong, oleh sebab itu adalah pekerjaan Allah yang melampaui segala akal dan
pikiran manusia dan manusia tidak mempunyai hak untuk mengetahui hal itu sebab
manusia adalah ciptaan-Nya yang berada di bawah kuasa Allah.
J. L. Ch. Abineno, menyatakan bahwa: Salah satu hal yang menarik perhatian
dalam ceritera penciptaan ini ialah, bahwa penciptaan Allah (dengan perkataan)
selalu dimulai dengan suatu formula yang tetap: “Berfirmanlah Allah: Hendak…dan
jadilah demikian”. Skema atau bagan ini adalah sesuatu yang khas untuk Kejadian
1.[2] Allah
menciptakan langit dan bumi beserta isinya, tidak diciptakan dengan perantara,
tetapi diciptakan dengan kemahakuasaan-Nya melalui Firman-Nya dijadikan-Nya
segala sesuatu di bawah kuasa-Nya.
Yohanes Calvin menyatakan:
Supaya
kita menerima dengan iman yang benar apa yang perlu diketahui mengenai Allah,
kita pertama-tama harus memperhatikan riwayat penciptaan dunia. Dari situ kita
akan tahu bahwa Allah dengan kekuatan Firman dan Roh-Nya telah menciptakan
langit dan bumi dari ketiadaan dan bahwa dari langit dan bumi itu telah
dibuat-Nya segala jenis binatang serta ciptaanyang tak bernyawa, bahwa telah
dibeda-bedakan-Nya, dengan tertib yang mengagumkan, keanekaragaman benda yang
tak terhingga yang kita lihat itu, bahwa setiap jenis diberi-Nya sifat sendiri,
bahwa telah ditetapkan-Nya tugas mereka, bahwa telah ditentukan-Nya tempat dan
rumah bagi mereka.[3]
Bahwa dunia dengan segala isinya
diciptakan oleh Tuhan Allah dengan kebesaran dan kemahakuaasaan-Nya, maka dapat
diyakini dengan iman yang benar melalui kesaksian Alkitab yang ditulis oleh
para Nabi Allah, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan apa yang
harus mereka lakukan serta menentukan tempat dan rumah bagi mereka sesuai
dengan rencana dan kehendak-Nya dari semula dengan tujuan untuk memuliakan
diri-Nya.
R. L. Dabney menyatakan,
The
words rendered to create, cannot be considered, in their etymologi and usage,
very distinctive of the nature of the act. The authorities ברא mean “to cut or cauve”, primarily, (from the idea of spilitting
of parts, or separation) hence “to fashion”, then to “create”, and thence the
more derivative sense of producing or generating, regenerating the heart. [4] Kata-kata yang diberikan untuk membuat, tidak dapat dianggap,
dalam etymologi dan penggunaan, yang sangat khas dari sifat perbuatan. Pihak
berwenang ברא berarti "untuk memotong atau cauve", terutama, (dari
ide bagian, atau pemisahan) maka "ke mode", lalu
"menciptakan", dan dari situ arti yang lebih turunan dari memproduksi
atau menghasilkan, regenerasi jantung.
Sementara itu J. Verkuyl menyatakan,
“Pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Alkitab (Kitab Kejadian) mulai
dengan kata-kata yang hebat ini. Alkitab mengajar kita untuk melihat seluruh
alam semesta. Alkitab mengarahkan pandangan kita kepada bintang-bintang dan
planit-planit, gunung-gunung dan padang gurun, laut dan sungai, tumbuh-tumbuhan
dan hewan, manusia dan malaikat.[5]
Kata-kata dalam Kitab Kejadian 1:1
menurut J. Verkuyl, merupakan
kata-kata yang sangat mengagumkan, di mana dalam kata-kata tersebut
memperlihatkan kemahakuasaan dan kemahabesaran Allah sebagai Pencipta Langit
dan Bumi, Laut dan segala isinya. Dalam Perjanjian Lama dapat ditemukan kata
kerja dalam bahasa Ibrani “bara”,
yang artinya membangun, membentuk, menciptakan. Kata ini hanya menunjuk kepada
Allah saja sebagai Pencipta Langit dan Bumi dan segala isinya, tidak ditujukan
kepada makhluk lain.
Herman Bavinck menjelaskan:
Karya Allah ke
luar dimulai dengan penciptaan. Penciptaan adalah penyataan pertama Allah,
permulaan dan pondasi seluruh penyataan berikutnya. Konsep alkitabiah tentang
penyataan berakar di dalam konsep penciptaan tersebut. Allah pertama kali
menampakan diri ke luar di hadapan ciptaan-ciptaan-Nya dalam penciptaan dan
menyatakan diri kepada mereka. Dalam menciptakan dunia dengan firman-Nya dan
menjadikannya hidup oleh Roh-Nya, Allah telah menggambarkan kontur-kontur dasar
seluruh penyataan selanjutnya.[6]
Dunia
yang teratur ini sebenarnya keluar atau muncul dari suatu kekacauan, atau
diatur dari suatu keadaan yang semula kacau-balau, di mana tidak ada
kemungkinan hidup, hingga menjadi dunia yang teratur dengan kemungkinan hidup.
Berita tentang penjadian yang demikian itu masih juga menggema dalam Mzm. 33:6,
7, yang mengatakan, bahwa oleh firman Allah Langit telah dijadikan, oleh nafas
dari mulut-Nya dan bahwa Allah telah mengumpulkan air seperti dalam bendungan,
dan menaruh samudera raya ke dalam wadah. Sekalipun bumi berada di dalam lautan
yang besar, namun kokoh juga, sebab Tuhan Allah telah memberikan dasar atau
alasnya.
Stephen Thong,
menulis tentang penciptaan bahwa: Tuhan Allah menciptakan segala sesuatu
tercantum dalam Kitab pertama dan ayat pertama dari Alkitab ‘in the begining God created heaven and earth’
pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Allah menciptakan segala
sesuatu. Kata “menciptakan” yang dipakai dalam Alkitab bahasa Ibrani untuk
kejadian 1:26, 27 memakai kata “menciptakan” yang sama untuk kejadian 1:1 yaitu
“bara”, “yatsag” dan “asyah”.
Untuk kejadian 1:1 dan 26 menggunakan kata “bara”
berarti menciptakan sesuatu dari yang tidak ada, istilah “bara” berarti menunjuk yang dicipta adalah suatu makhluk yang baru
yang belum pernah ada.[7]
Penciptaan langit dan bumi adalah pekerjaan Allah yang
obsolut dan hal ini hanya dapat dipercaya dengan iman. Thomas Watson menulis “the
work of the creation is God’s making all things from nothing by the world of
his power ben in the begining God created the heaven and the earth”.[8]
(Terj. Pekerjaan penciptaan adalah perbuatan Tuhan dari yang tidak ada menjadi
ada hanya dengan kuasa dan FirmanNya melalui penciptaan surga dan bumi).
Menurut riwayat penciptaan Allah menciptakan langit dan bumi seperti
pernyataan:
S. Wismoady Wahono,
berkomentar bahwa: “cerita penciptaan itu merupakan cerita pengajaran yang
sangat indah dari para imam Israel. Bentuknya seperti puisi, pujian dengan
sistematika yang cermat, dan memanfaatkan kata-kata serta ucapan yang sama. Hal
itu Nampak dalam kata-kata “Berfirmanlah Allah…. Dan jadilah demikian”. “jadilah
petang dan jadilah pagi….”. uraian kata-kata itu sama sekali tidak mempunyai
maksud historis atau ilmiah berdasar dan untuk imam”.[9]
Inti pernyataan kitab kejadian 1 ialah “pada mulanya
Allah menciptakan” (kej 1:1), dan pada akhir pekerjaanNya dia menciptakan
manusia. Herman bavink menulis: “The begining of the carrying out of this
counsel of the Lord was the creation of the world just us the holly scripture a
loae can give Us to know the counse lof
God so they all show us the origin of all thing’s telling Us of God’s creative
omni potence”.[10]
(Terj. Permulaan dalam penciptaan Allah adalah menciptakan langit dan bumi
demikian juga dalam kitab bagaimana kemahakuasaan Allah dalam menunjukkan
penyelesaian penciptaan pada mulanya).
Dengan
demikian inti ajaran Kristen tentang kejadian ialah bahwa Allah sendiri adalah
mula dan pelaku tunggal kejadian itu, dan manusia adalah puncak dari makhluk
yang diciptakanNya. J. Wesley brill
berpendapat bahwa “Tuhan allah Tritunggal, oleh kehendaknya sendiri dan
kemuliaanNya sendiri telah menciptakan alam semesta tanpa menggunakan sesuatu
benda baik yang kelihatan maupun tidak kelihatan.[11]
Pada kurun waktu antara mula penciptaan dan puncaknya terjadi proses
berangsur-angsur dalam tahapan kejadian 1, tahap-tahap selalu ada mulanya dan
di bawah perintah Firman Allah yang menciptakan (Berfirmanlah Allah).
William Frans mengatakan bahwa: “Creation is the efficiency of God where by in the begining out of
nothing the mathe the world to be altogether good”.[12]
Terj. Ciptaan adalah karya Tuhan Allah dimana dari permulaan Allah menciptakan
dari kosong atau tidak ada apapun dibuat menjadi ada dan semua itu diciptakan
dengan amat baik.
II.
Proses
6
Hari penciptaan :
Hari 1 : langit dan bumi diciptakan dan “Jadilah terang”.
Hari 2 : Allah menciptakan cakrawala
Hari 3 : daratan dipisahkan dengan lautan; tumbuh2an diciptakan
Hari 4 : Matahari, bulan dan bintang diciptakan
Hari 5: Binatang di lautan dan burung di udara
Hari 6 : Binatang dibumi, ternak dan binatang melata, Manusia pertama diciptakan (Adam dan Hawa)
Hari 1 : langit dan bumi diciptakan dan “Jadilah terang”.
Hari 2 : Allah menciptakan cakrawala
Hari 3 : daratan dipisahkan dengan lautan; tumbuh2an diciptakan
Hari 4 : Matahari, bulan dan bintang diciptakan
Hari 5: Binatang di lautan dan burung di udara
Hari 6 : Binatang dibumi, ternak dan binatang melata, Manusia pertama diciptakan (Adam dan Hawa)
III.
Waktu
Kata "hari" dalam
Kejadian 1 berasal dari kata Ibrani yom. Kata ini dapat berarti 1 hari
(dengan pengertian biasa 1 hari = 24 jam), ½ hari ( 12 jam) dari 24 jam
(maksudnya siang, bukan malam), atau biasanya suatu periode waktu yang tidak
terbatas (contoh "pada jaman hakim-hakim" atau "pada harinya
Tuhan"). Tanpa pengecualian, pada Perjanjian Lama kata yom dalam
bahasa Ibrani tidak pernah digunakan untuk menunjukkan periode waktu yang
panjang dan terbatas dengan permulaan yang spesifik sampai titik akhirnya.
Lebih jauh lagi kita harus mengingat bahwa ketika kata yom digunakan
dalam arti periode waktu yang tidak terbatas, hal itu sangat jelas terlihat
dalam konteksnya. Jadi kita dapat dengan mudah membedakan yom yang
berarti 24 jam atau siang hari dengan periode waktu yang tidak terbatas.
Mengapa 6 hari ?
Keberadaan Tuhan adalah tanpa batas. Ini berarti Dia
mempunyai kekuatan yang tak terbatas, pengetahuan yang tak terbatas,
kebijaksanaan yang tak terbatas, dll. Jelasnya, Tuhan dapat membuat apa saja
yang Dia inginkan dalam waktu sekejap. Dia dapat menciptakan seluruh alam
semesta, bumi dan semua isinya dalam waktu sekejap. Mungkin pertanyaannya
adalah mengapa Tuhan memakai waktu selama 6 hari ? Bukankah 6 hari adalah waktu
yang panjang untuk Tuhan yang tak terbatas untuk membuat apapun juga ?
Jawabannya dapat ditemukan di kitab Keluaran 20:11.
Keluaran 20 berisi 10 hukum Taurat. Haruslah diingat bahwa
hukum-hukum ini ditulis di atas batu oleh "jari Allah", seperti yang
kita baca dalam Keluaran 31:18 "Dan TUHAN memberikan kepada Musa, setelah
Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh
batu, yang ditulis oleh jari Allah." Hukum ke-4 di pasal 20 ayat 9
memberitahukan kepada kita bahwa kita bekerja selama 6 hari dan beristirahat 1
hari. Hal ini lebih diperkuat dalam ayat 11 , "Sebab enam hari lamanya
TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada
hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya." Ayat ini adalah referensi langsung untuk minggu
penciptaaan yang dilakukan Allah dalam Kejadian 1. Agar konsisten (dan kita
seharusnya juga), apapun arti yang dipakai untuk kata hari dalam kejadian 1
harus juga dipakai di dalam ayat ini. Jika anda ingin mengatakan kata hari
dalam Kejadian berarti periode waktu yang panjang, tentulah artinya hari
tersebut adalah periode waktu yang tidak terbatas atau tidak pasti - bukan
periode waktu yang terbatas (lihat paragraf pertama subheadline Apakah
"hari" itu ?). Dengan demikian arti dari Keluaran 20:9-11 haruslah
"enam periode waktu yang tidak terbatas lamanya engkau harus bekerja dan
beristirahat pada satu periode waktu yang tak terbatas.! Hal ini sangat tidak
masuk akal. Dengan menerima hari-hari tersebut sebagai hari-hari yang biasa,
kita dapat mengerti bahwa Tuhan sedang memberitahukan kita bahwa Dia bekerja
selama enam hari biasa dan beristirahat selama 1 hari biasa untuk memberikan
pola kepada manusia - pola (pattern) 7 hari dalam seminggu yang masih berlaku
sampai sekarang ! Dengan kata lain, dari Keluaran 20, kita belajar alasan Tuhan
memerlukan waktu yang lama, yaitu 6 hari untuk membuat segalanya, adalah bahwa
Dia membuat pola untuk kita ikuti, pola kerja yang masih kita ikuti sampai
sekarang !
Satu hari adalah seribu tahun
Ada pendapat yang mengacu bahwa II Petrus 3:8 memberitahu
kita, "bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan
seribu tahun sama seperti satu hari." Ayat ini digunakan oleh
banyak orang yang mengajarkan, atau paling tidak
menarik kesimpulan, bahwa hari-hari dalam Kejadian pastilah masing-masing sama
dengan seribu tahun. Hal ini juga salah. Bila kita melihat pada Mazmur 90:4,
kita membaca sebuah ayat yang sangat jelas, "Sebab dimataMu seribu tahun
sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di
waktu malam."
Pada kedua ayat tersebut seluruh konteknya mempunyai maksud
bahwa Tuhan tidak dibatasi oleh waktu maupun proses-proses alamiah. Tuhan itu
melampaui waktu karena Dialah yang menciptakan waktu. Dalam ayat-ayat tersebut
tidak ada satu petunjuk pun yang mengacu pada hari-hari penciptaan yang
terdapat dalam Kejadian, karena kedua ayat tersebut bermaksud memberitahu bahwa
Tuhan tidak terikat oleh waktu. Dalam II Petrus 3, konteksnya berhubungan
dengan kedatangan Kristus yang kedua kali, menunjukkan fakta bahwa bagi Tuhan
satu hari serasa seribu tahun atau seribu tahun serasa satu hari berarti Tuhan
tidak dipengaruhi oleh waktu. Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan
hari-hari penciptaan dalam Kejadian.
Lebih jauh lagi dalam II Petrus 3:8, kata hari dibandingkan
dengan seribu tahun. Kata hari mempunyai arti harafiah hingga dapat
dibandingkan dengan "seribu tahun". Ia tidak bisa dibandingkan dengan
seribu tahun jika tidak mempunyai arti harafiahnya. Maka, kata hari di ayat
ini bukan didefinisikan sama dengan "seribu tahun" tetapi hanya
dibandingkan dengan ungkapan "seribu tahun". Dengan demikian
tujuan dasar dari pesan Rasul Petrus adalah Tuhan mampu melakukan, dengan
waktu. yang sangat pendek, apa yang dapat manusia/alam lakukan dalam waktu yang
sangat panjang. Para evolusionis berusaha membuktikan bahwa proses-proses
berurutan dari alam untuk menghasilkan manusia memerlukan waktu jutaan tahun.
Banyak orang Kristen telah menerima konsep jutaan tahun ini, menambahkannya ke
dalam Alkitab, kemudian berkata bahwa Tuhan memerlukan jutaan tahun untuk
membuat semuanya itu. Tetapi, inti dari II Petrus 3:8 adalah bahwa Allah tidak
dibatasi oleh waktu sementara evolusi memerlukan banyak sekali waktu.
Juga ada satu catatan penting untuk diperhatikan yaitu di
bagian II Petrus sebelum kalimat "satu hari sama seperti seribu
tahun," kita diberitahu bahwa "... akan tampil pengejek-pengejek
dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menurut hawa nafsunya.
Kata mereka : ‘Dimanakah janji tentang kedatanganNya itu? Sebab sejak bapa-bapa
leluhur kita meninggal, segala sesuatu berjalan tetap seperti semula pada
waktu dunia diciptakan.’ " (II Petrus 3:3,4).
Dengan demikian, pada hari-hari akhir orang-orang akan
mengatakan bahwa segala sesuatu terus berjalan - sama seperti yang dikatakan
para evolusionis bahwa segala sesuatu telah berjalan selama jutaan tahun.
Orang-orang ini tidak percaya bahwa Tuhan campur tangan dalam sejarah.
Pernyataan "segala sesuatu berjalan tetap seperti semula pada waktu dunia
diciptakan" dapat didefinisikan sebagai konsep modern tentang
uniformitarianism. Ini adalah pandangan yang lazim dalam ilmu geologi sekarang
ini : bahwa "masa kini adalah kunci dari masa lalu" (bahwa dunia
sudah berjalan jutaan tahun dengan cara yang sama seperti yang kita lihat
terjadi sekarang ini). Hal ini benar-benar dasar dari geologi evolusi modern.
Kebanyakan geologis modern tidak percaya bahwa Tuhanlah yang menciptakan dunia
ribuan tahun yang lalu, tetapi bahwa dunia ini adalah sebuah produk dari proses
selama jutaan tahun. Tuhan memberitahu kita dengan cukup jelas bahwa Dia
menciptakan segalanya dalam 6 hari, dan Dia mengunakan waktu selama itu karena
alasan khusus seperti yang dijelaskan dalam Keluaran 20.
Hari dan Tahun-tahun
Dalam Kejadian 1:14 kita membaca bahwa Tuhan berkata,
"Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari
malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan
masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun." Jika kata
"hari" di sini bukan berarti hari secara harafiah, maka kata
"tahun-tahun" yang digunakan pada ayat yang sama akan menjadi tidak
mempunyai arti.
Hari dan Perjanjian Tuhan
Melihat Yeremia 33:25-26, kita membaca, "Beginilah
firman TUHAN: Jika Aku tidak menetapkan perjanjianKu dengan siang dan malam dan
aturan langit dan bumi, maka juga Aku pasti akan menolak keturunan Yakub dan
hambaKu Daud, sehingga berhenti mengangkat dari keturunannya orang-orang yang
memerintah atas keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Sebab Aku akan memulihkan
keadaan mereka dan menyayangi mereka."
Di sini Tuhan memberitahu Yeremia bahwa Dia mempunyai perjanjian dengan siang dan malam yang tidak bisa dilanggar, karena berhubungan dengan janji kepada keturunan Daud - termasuk seseorang yang telah dijanjikan menerima mahkota (Kristus). Perjanjian antara Tuhan dengan siang dan malam ini bermula dari Kejadian 1, karena Tuhan pertama kali mendefinisikan siang dan malam ketika Ia menciptakan mereka. Jadi jika perjanjian antara siang dan malam ini tidak ada walaupun Tuhan dengan jelas berkata ada (jika anda tidak menerima Kejadian 1 secara harafiah), maka janji yang diberikan melalui Yeremia menjadi tidak berlaku.
Di sini Tuhan memberitahu Yeremia bahwa Dia mempunyai perjanjian dengan siang dan malam yang tidak bisa dilanggar, karena berhubungan dengan janji kepada keturunan Daud - termasuk seseorang yang telah dijanjikan menerima mahkota (Kristus). Perjanjian antara Tuhan dengan siang dan malam ini bermula dari Kejadian 1, karena Tuhan pertama kali mendefinisikan siang dan malam ketika Ia menciptakan mereka. Jadi jika perjanjian antara siang dan malam ini tidak ada walaupun Tuhan dengan jelas berkata ada (jika anda tidak menerima Kejadian 1 secara harafiah), maka janji yang diberikan melalui Yeremia menjadi tidak berlaku.
Apakah hari berpengaruh ?
Akhirnya, apakah jadi soal jika kita menerima hari-hari itu
secara harafiah atau tidak ? Jawabannya secara pasti adalah "Ya"! Hal
ini menjadi suatu prinsip pendekatan seseorang terhadap Alkitab. Sebagai
contoh, jika kita tidak menerima mereka sebagai hari-hari biasa, maka kita
harus bertanya, "Apakah mereka?" Jawabannya "Kita tidak
tahu". Jika pendekatan kita seperti itu, maka secara logis kita harus
melakukan pendekatan terhadap bagian lain dalam kitab Kejadian dengan cara yang
sama (harus konsisten). Sebagai contoh, ketika dikatakan bahwa Tuhan mengambil
debu tanah dan membuat Adam - apa maksudnya ? Jika artinya tidak secara
harafiah, maka kita tidak tahu apa artinya! Maka sangat penting menerima kitab
Kejadian secara harafiah. Lebih jauh lagi, perlu diingat bahwa anda tidak dapat
menafsirkan secara harafiah karena penafsiran harafiah berkontradiksi. Anda
harus menerimanya secara harafiah atau menafsirkannya! Sangatlah penting untuk
menyadari bahwa kita harus menerimanya secara harafiah kecuali kata itu secara
jelas berupa simbol, dan jika memang demikian, konteksnya akan membuat arti
kata itu menjadi jelas atau kita diberitahu demikian oleh teksnya.
Jika seseorang menerima bahwa kita tidak tahu arti dari
kata hari dalam Kejadian, maka dapatkah orang lain yang berkata bahwa kata itu
berarti hari biasa dituduh salah ? Jawabannya adalah "tidak", karena
orang yang menerima kata itu sebagai hari biasa tidak tahu apa artinya.
Terlebih lagi, orang yang pertama tadi, yang tidak tahu apa arti hari, tidak
bisa menuduh orang lain salah !
Ketika orang menerima apa yang diajarkan dalam kitab Kejadian apa adanya, dan menerima hari sebagai hari biasa, mereka tidak akan menemui kesulitan dalam mengerti apa yang ingin disampaikan dalam sisa kitab Kejadian (Kej 2-50).
"Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya" (Keluaran 20:11)
Artikel ini diterjemahkan dari buku The Answers Book, hal. 89-101, karangan : Ken Ham, Andrew Snelling, and Carl Wieland, Penerbit : Master Books, 1992.
Ketika orang menerima apa yang diajarkan dalam kitab Kejadian apa adanya, dan menerima hari sebagai hari biasa, mereka tidak akan menemui kesulitan dalam mengerti apa yang ingin disampaikan dalam sisa kitab Kejadian (Kej 2-50).
"Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya" (Keluaran 20:11)
Artikel ini diterjemahkan dari buku The Answers Book, hal. 89-101, karangan : Ken Ham, Andrew Snelling, and Carl Wieland, Penerbit : Master Books, 1992.
IV.
Sifat
V.
Manfaat
VI.
Tujuan
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peny. Anton M. Muliono,dkk, cet ke-9, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, h.
191.
[2] J. L. Ch. Abineno, Manusia dan sesamanya di dalam Dunia,
cet. Pertama, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1987, h. 7.
[3] Yohanes Calvin, Institution, peny. Th. Van den End, pen.
Winarsih Arifin, J. S. Aritonang, Th. Van den End, cet. BPK Gunung Mulia,
Jakarta, 2003, h. 33.
[7] Stephen
Tong, Peta dan Teladan Allah,
cet-2, Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1994, h. 2.
[8] Thomas
Watson, A Body Of
Divinyif, Contaned seremonds, Rapids 10, The Banner Of Trust 3 Murray Field
road, U.S.A, 1997, pg. 113.
[9] Wismoady
Wahono, Di sini
kutemukan: Petunjuk
Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab, cet-1, Jakarta, BPK Gunung Mulia.
1986, h. 79.
[10] Herman
Bavink, Our Resonable
Faith, Fourth Printing, New York Westminter Discount Book Service, 1984.
page. 164.
[12] William
Frans, The Morrow of
theology, second printing, Baker Books, Grand Rapinds, Michigan, 1997, pg.
100.