aMSaL

BaGi DuNia KiTa HaNYaLaH SeSeoRaNG, BaGi SeSeoRaNG KiTaLaH DuNiaNYa

Senin, 07 Maret 2016

Penciptaan, Malaikat-Malaikat, Manusia, Gambar Allah dan Provedensi



a.    Penciptaan
       Di dalam berbicara tentang penciptaan, maka hal ini tidak terlepas dari kemahakuasaan Allah sebagai Pencipta Langit dan Bumi dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata penciptaan berasal dari kata dasar “cipta” yang artinya “kesanggupan untuk mengadakan sesuatu yang baru”, dan dari kata kerja “menciptakan” yang artinya “menjadikan sesuatu yang baru tidak dengan bahan” atau membuat (mengadakan) sesuatu yang baru (belum pernah ada, luar biasa). Jadi penciptaan bisa didefinisikan sebagai suatu proses, pembuatan, cara menciptakan sesuatu yang baru tidak dengan bahan.[1]
       Penciptaan berkaitan dengan pekerjaan Allah sesuai dengan rencana-Nya, dan untuk melaksanakan rencana-Nya dimulai dari penciptaan bumi yang kosong, artinya dari tidak ada menjadi ada, dan diciptakan-Nya segala sesuatu tanpa bahan baku. Manusia tidak dapat mengerti dengan akal budi tentang penciptaan bumi yang kosong, oleh sebab itu adalah pekerjaan Allah yang melampaui segala akal dan pikiran manusia dan manusia tidak mempunyai hak untuk mengetahui hal itu sebab manusia adalah ciptaan-Nya yang berada di bawah kuasa Allah.
       J. L. Ch. Abineno, menyatakan bahwa: Salah satu hal yang menarik perhatian dalam ceritera penciptaan ini ialah, bahwa penciptaan Allah (dengan perkataan) selalu dimulai dengan suatu formula yang tetap: “Berfirmanlah Allah: Hendak…dan jadilah demikian”. Skema atau bagan ini adalah sesuatu yang khas untuk Kejadian 1.[2] Allah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, tidak diciptakan dengan perantara, tetapi diciptakan dengan kemahakuasaan-Nya melalui Firman-Nya dijadikan-Nya segala sesuatu di bawah kuasa-Nya.
       Yohanes Calvin menyatakan:
Supaya kita menerima dengan iman yang benar apa yang perlu diketahui mengenai Allah, kita pertama-tama harus memperhatikan riwayat penciptaan dunia. Dari situ kita akan tahu bahwa Allah dengan kekuatan Firman dan Roh-Nya telah menciptakan langit dan bumi dari ketiadaan dan bahwa dari langit dan bumi itu telah dibuat-Nya segala jenis binatang serta ciptaanyang tak bernyawa, bahwa telah dibeda-bedakan-Nya, dengan tertib yang mengagumkan, keanekaragaman benda yang tak terhingga yang kita lihat itu, bahwa setiap jenis diberi-Nya sifat sendiri, bahwa telah ditetapkan-Nya tugas mereka, bahwa telah ditentukan-Nya tempat dan rumah bagi mereka.[3]
       Bahwa dunia dengan segala isinya diciptakan oleh Tuhan Allah dengan kebesaran dan kemahakuasaan-Nya, maka dapat diyakini dengan iman yang benar melalui kesaksian Alkitab yang ditulis oleh para Nabi Allah, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan apa yang harus mereka lakukan serta menentukan tempat dan rumah bagi mereka sesuai dengan rencana dan kehendak-Nya dari semula dengan tujuan untuk memuliakan diri-Nya.
       R. L. Dabney menyatakan,
The words rendered to create, cannot be considered, in their etymologi and usage, very distinctive of the nature of the act. The authorities ברא mean “to cut or cauve”, primarily, (from the idea of spilitting of parts, or separation) hence “to fashion”, then to “create”, and thence the more derivative sense of producing or generating, regenerating the heart. [4] Kata-kata yang diberikan untuk membuat, tidak dapat dianggap, dalam etymologi dan penggunaan, yang sangat khas dari sifat perbuatan. Pihak berwenang ברא berarti "untuk memotong atau cauve", terutama, (dari ide bagian, atau pemisahan) maka "ke mode", lalu "menciptakan", dan dari situ arti yang lebih turunan dari memproduksi atau menghasilkan, regenerasi jantung.

       Sementara itu J. Verkuyl menyatakan,
“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Alkitab (Kitab Kejadian) mulai dengan kata-kata yang hebat ini. Alkitab mengajar kita untuk melihat seluruh alam semesta. Alkitab mengarahkan pandangan kita kepada bintang-bintang dan planit-planit, gunung-gunung dan padang gurun, laut dan sungai, tumbuh-tumbuhan dan hewan, manusia dan malaikat.[5]

       Kata-kata dalam Kitab Kejadian 1:1 menurut J. Verkuyl, merupakan kata-kata yang sangat mengagumkan, di mana dalam kata-kata tersebut memperlihatkan kemahakuasaan dan kemahabesaran Allah sebagai Pencipta Langit dan Bumi, Laut dan segala isinya. Dalam Perjanjian Lama dapat ditemukan kata kerja dalam bahasa Ibrani “bara”, yang artinya membangun, membentuk, menciptakan. Kata ini hanya menunjuk kepada Allah saja sebagai Pencipta Langit dan Bumi dan segala isinya, tidak ditujukan kepada makhluk lain.
       Herman Bavinck menjelaskan:
Karya Allah ke luar dimulai dengan penciptaan. Penciptaan adalah penyataan pertama Allah, permulaan dan pondasi seluruh penyataan berikutnya. Konsep alkitabiah tentang penyataan berakar di dalam konsep penciptaan tersebut. Allah pertama kali menampakan diri ke luar di hadapan ciptaan-ciptaan-Nya dalam penciptaan dan menyatakan diri kepada mereka. Dalam menciptakan dunia dengan firman-Nya dan menjadikannya hidup oleh Roh-Nya, Allah telah menggambarkan kontur-kontur dasar seluruh penyataan selanjutnya.[6]

       Dunia yang teratur ini sebenarnya keluar atau atau muncul dari suatu kekacauan, atau diatur dari suatu keadaan yang semula kacau-balau, di mana tidak ada kemungkinan hidup, hingga menjadi dunia yang teratur dengan kemungkinan hidup. Berita tentang penjadian yang demikian itu masih juga menggema dalam Mzm. 33:6, 7, yang mengatakan, bahwa oleh firman Allah Langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya dan bahwa Allah telah mengumpulkan air seperti dalam bendungan, dan menaruh samudera raya ke dalam wadah. Sekalipun bumi berada di dalam lautan yang besar, namun kokoh juga, sebab Tuhan Allah telah memberikan dasar atau alasnya.
b.   Malaikat – Malaikat
       Alkitab tidak mencatat secara persis kapan malaikat diciptakan, akan tetapi satu hal yang pasti bahwa malaikat adalah makhluk roh yang diciptakan Allah dan yang diberkati dengan pengetahuan yang lebih tinggi dari manusia, tetapi malaikat tidak memiliki tubuh seperti manusia, mereka bebas dari ikatan tubuh jasmaniah yang kotor dan tugas dari malaikat-malaikat adalah melayani Allah.
     Enam Belas Dokumen Dasar Calvinime menjelaskan:
Kita percaya, bahwa Allah, dalam tiga Pribadi yang bekerja sama, telah menciptakan segala sesuatu melalui kekuatan-Nya, hikmat-Nya, dan kebaikan-Nya yang tidak terpahami, baik langit dan bumi serta segala isinya maupun roh-roh yang tidak kelihatan.[1a] Di antara roh-roh ini, sebagian telah tersandung dan jatuh ke dalam kebinasaan,[b] sebagian lagi bertahan sehingga tetap taat.[c] Kita percaya bahwa yang pertama itu rusak, bergelimang kejahatan, sehingga mereka menjadi musuh segala kebaikan dan karena itu juga musuh seluruh Gereja.[d] Bagian kedua, yang dilindungi oleh anugerah Allah, menjadi hamba-hamba yang bertugas memuliakan nama Allah dan melayani orang pilihan demi keselamatan mereka.[e][7]

       Allah Tritunggal menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu, termasuk roh-roh yang tidak kelihatan yaitu malaikat-malaikat, dan ada di antaranya malaikat yang jatuh, tetapi perlu diperhatikan bahwa Allah tidak pernah menciptakan malaikat yang jahat, ia jatuh karena keinginan dirinya sendiri untuk melawan Allah. Satu malaikat jatuh tidak semua malaikat ikut jatuh, sehingga ketika mereka jatuh tidak ada kasih karunia, itu sudah final. Jadi untuk malaikat yang jatuh tidak ada kemungkinan untuk diselamatkan. Dan bagi malaikat yang tetap setia melayani Allah, mereka tetap menjadi hamba Allah untuk melayani Allah dalam menyampaikan maksud dan rencana Allah kepada umat yang khusus kepunyaan Allah, serta menghibur dan menjaga umat-Nya.
       Paul E. Little mengatakan:
Kecerdasan dan kuasa malaikat lebih besar daripada kecerdasan dan kuasa manusia, walaupun mereka itu terbatas. Bahwa malaikat itu terbatas dapat disimpulkan dari pernyataan Tuhan kita bahwa malaikat-malaikat, walaupun mereka berada di Surga, tidak mengetahui hari atau saat kedatangan Anak Manusia (Markus 13:32). Injil dan keselamatan adalah “hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikat-malaikat” (I Petrus 1:12), dan dapat disimpulkan bahwa mereka tidak sepenuhnya mengerti akan hal-hal itu. Dikatakan juga bahwa malaikat-malaikat itu lebih kuat dan lebih perkasa dari manusia (II Petrus 2:11). Mereka adalah pahlawan perkasa (Mazmur 103:20).[8]

       Sekalipun malaikat - malaikat memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dari manusia dan disebut pahlawan yang perkasa, tetapi kuasanya terbatas, kuasanya berada di bawah kuasa Allah yang menciptakan langit dan bumi, serta tetap tunduk dan takluk di bawah kuasa Allah, dan juga tentang rencana-rencana Allah untuk dunia ini dan keselamatan umat yang khusus tidak pernah diketahui oleh malaikat-malaikat, dan pengetahuan yang dimiliki oleh malaikat-malaikat diberikan untuk melayani dan memuliakan Allah sebagai ciptaannya.
       Louis Berkhof menjelaskan: Malaikat adalah keberadaan yang mempunyai rasio, moral, dan tidak dapat mati. Hal ini berarti bahwa malaikat adalah pribadi yang diberi pikiran dan kehendak. Kenyataan bahwa mereka mempunyai pikiran tampaknya segera mengikuti kenyataan bahwa mereka adalah roh.[9] Malaikat adalah makhluk roh yang diciptakan oleh Allah, tidak memiliki tubuh seperti manusia. Malaikat tidak ada laki-laki dan perempuan, tidak dilahirkan dan tidak ada kepala perjanjian, tetapi malaikat juga memiliki pengetahuan yang besar yang diberikan oleh Tuhan, tetapi berada di bawah kemahakuasaan Tuhan.
c.    Manusia
       Berbicara tentang manusia, maka dapat dikatakan bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang sangat istimewa dan unik dari segala ciptaan yang ada. Manusia dibentuk dari debu tanah dengan kuasa tangan Allah sendiri yang ke hidungnya Allah menghenbuskan nafas hidup (Kej. 2:7), di sini dapat dikatakan bahwa manusia tidak ada dengan sendirinya melainkan ada yang menciptakannya yaitu Allah sendiri yang menciptakannya.
       Louis Berkhof menjelaskan:
Manusia dikatakan berada di puncak segala susunan penciptaan. Manusia dimahkotai sebagai raja atas semua ciptaan yang lebih rendah, dan berhak memerintah semua ciptaan yang lain. Maka tugas dan tanggung jawabnya adalah menjadikan seluruh alam dan seluruh ciptaan yang ada di bawah kuasanya menjadi pelayan bagi maksud dan kehendaknya, dalam tujuan bahwa ia dan seluruh makhluk yang ada di bawahnya memuliakan Allah yang Maha Kuasa dan Tuhan dari seluruh alam semesta, Kej. 1:28; Mzm. 8:4-9.[10]

       Ketika Allah menciptakan manusia, diciptakan dengan begitu sempurna adanya sebagai permata di atas semua ciptaan lainnya. Manusia diciptakan secara istimewa dari segala jenis ciptaan yang lain termasuk malaikat. Manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, sehingga diberi kekuasaan untuk memerintah dan berkuasa atas ciptaan yang lainnya dan di dalam kekuasaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia, manusia dan ciptaan yang lainnya memuliakan Allah sebagai Penciptanya.
       Harun Hadiwijono menyatakan:
Manusia bukan dilahirkan oleh Allah secara biologis, juga bukan dialirkan keluar daripada zat Ilahi, seperti sungai mengalir keluar dari sumbernya, juga bukan kepingan yang keluar daripada Allah atau percikkan yang dipercikkan dari Allah. Manusia adalah makhluk dalam arti yang sebenarnya, yang adanya karena diciptakan oleh Tuhan Allah. Manusia adalah hasil karya Allah, yang keadaannya berlainan sekali dengan Tuhan Allah yang menciptakannya.[11]

       Manusia adalah pekerjaan tangan Allah sendiri dan berasal dari silsilah Allah, tetapi berbeda dari Allah yang menciptakannya.  Di dalam Kisah Para Rasul 17:28,” Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: sebab kita ini dari keturunan Allah juga.
       Werner Gitt menjelaskan: Apa artinya manusia diciptakan menurut citra Allah? Allah menciptakan manusia menurut gagasan dan pikiran-Nya, menurut rupanya, mencerminkan ciri dan sifat Allah sendiri.[12] Ini berarti bahwa hubungan antara manusia dengan sesama harus bisa melebihi apa yang sekadar wajar atau pantas. Manusia dan sesama harus dapat bersifat kreatif dan bersifat menguatkan atau menyegarkan, seperti hubungan Allah dengan kita (Ayub 29:12-14).
       John Owen menyatakan,
The entire theology of the whole human race is contained in God’s words, either the natural word of His creation or the written and transmitted word which has been granted to succeed the obliteration of the natural word by the infection of sin. The letter is, therefore, called a supernatural or a revealed word. Let us first consider that first word and look at it in its primal purity, its corruption by sin, and its subsequent perversion by heretics.[13] Teologi seluruh umat manusia yang terkandung dalam kata-kata Allah, baik kata alam ciptaan-Nya atau kata-kata tertulis dan dikirimkan yang telah diberikan untuk menggantikan obliterasi dari kata alam oleh infeksi dosa. Surat tersebut, oleh karena itu, yang disebut supranatural atau kata diwahyukan. Mari kita menganggap bahwa kata pertama dan melihatnya dalam kemurnian primal, korupsi dengan dosa, dan penyimpangan selanjutnya oleh bidat.

       Thomas Boston: ‘God made man uprigth’. This supposes a law to which he was confermed in His creation; as when any thing is made regular, or according to rule, of necessity the rule itself is presupposed.[14] 'Tuhan menciptakan manusia. Hal ini mengandaikan suatu hukum yang ia confermed dalam ciptaan-Nya; seperti ketika hal apapun dibuat teratur, atau sesuai aturan, kebutuhan aturan itu sendiri mengandaikan.
d.   Gambar Allah
       Manusia diciptakan dengan gambar Allah, artinya memiliki kekudusan, kebenaran dan pengenalan yang benar akan Allah, hal ini diberikan agar supaya manusia menjadi sekutu Allah. Kebenaran dan kekudusan Allah tidak terbatas dan tidak berhungan dengan alamiah, dan juga gambar Allah tidak berada dalam binatang.
       John Calvin menjelaskan istilah Gambar Allah itu demikian:
“Gambar dan rupa Allah” mencakup segala sesuatu di mana natur manusia mengatasi segala natur binatang. “Gambar dan rupa Allah” terkandung makna integritas yang dengannya Adam diperlengkapi ketika inteleknya jelas, perasaannya berada di bawah pikirannya, semua inderanya diatur dan ketika ia sungguh-sungguh mengakui kebaikannya adalah karunia Sang Pencipta.[15]

       Sementara itu Thomy J. Matakupan dan Julio Kristano mengatakan:
Ada tiga unsur penting dari gambar-rupa Allah di dalam manusia, yaitu kebenaran, kekudusan, dan pengetahuan yang sesungguhnya. Ketiga bagian ini yang menjadikan manusia sepenuhnya berbeda dengan ciptaan lain.
a.    Pengetahuan. Sebelum kejatuhan, manusia memiliki pengetahuan yang benar tentang Allah dan mampu memahami penyataan Allah mengenai diri dan dan kehendak-Nya dengan sempurna. Manusia pertama mempraktekkan pengetahuan yang belum terdistorsi oleh dosa ini dengan menjalankan semua kehendak Allah, memberi nama semua ciptaan, dan bahkan memberi nama kepada perempuan yang diberikan Tuhan kepadanya.
b.    Kekudusan. Di dalam kekudusan yang sejati, manusia dapat hidup dan bersekutu dengan Tuhan Allah. Ia hidup dalam kekudusan Allah dan menemukan diri dalam terang Allah. Manusia memiliki sikap hati yang benar di hadapan Allah tanpa harus merasa takut dan bersalah.
c.    Kebenaran. Nama lain untuk kebenaran adalah “ketaatan”. Maksudnya, sebelum kejatuhan, manusia menginginkan dan melakukan semua kebenaran Tuhan di dalam ketaatan yang sempurna.[16]

       Di dalam kesempurnaannya sebagai ciptaan Allah yang paling mulia itu, manusia diperlengkapi dengan kemampuan oleh Allah untuk menunjukkan kemuliaan Penciptanya. Manusia diperlengkapi dengan pengetahuan yang benar tentang Allah dan kemampuan untuk memahami diri dan kehendak Allah dengan sempurna, serta kemampuan untuk mempraktekkan pengetahuan dan kebenaran Allah.
       Di dalam kesempurnaannya sebagai ciptaan Allah yang paling mulia itu, terdapat pula kebebasan yang diberikan oleh Allah untuk memilih taat atau tidak taat kepada perintah Allah. Oleh karena manusia diberi kebebasan untuk memilih memuliakan Allah atau tidak, maka ada kemungkinan bagi manusia untuk memilih tidak memuliakan Allah.
       Sementara G. J. Baan menyatakan,
Kita membaca bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:27). Ini berarti bahwa manusia itu sempurna, seperti Allah, namun ditempatkan di bawah-Nya. Manusia pada waktu itu tidak mengenal dosa, atau akibat-akibat yang ditimbulkannya seperti kematian, sakit penyakit, kesalahan, dan kelemahan. Manusia pada waktu itu seperti Allah.[17]
       Karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, maka di dalam diri manusia terdapat kebenaran, kekudusan dan pengetahuan yang benar akan Allah, manusia memiliki perasaan dan kesan akan keilahian Allah sebagai Penciptanya, akan tetapi akibat kejatuhan manusia dalam dosa segala karunia yang diberikan oleh Allah menjadi rusak, tetapi masih ada percikan-percikan kecil yang tersisa di dalam diri manusia dan akibat kejatuhan manusia dalam dosa adalah maut. Manusia sekarang berfungsi secara berdosa di dalam hubungannya dengan Allah, sesama, dan alam.
A.    A. Sitompul menyatakan:
Allah menciptakan manusia dari debu tanah. Lalu Allah menghembuskan nafas kehidupan ke hidung manusia, sehingga manusia menjadi makhluk yang hidup menurut gambar Allah. Di sinilah hubungan manusia dengan dunia dan alam. Hubungan manusia dengan alam sekitarnya sangat erat, bahkan dari pandangan ekologi tentang manusia dapat dikatakan bahwa manusia itu bergantung dari alam untuk hakekat (esensi) keberadaannya.[18]

     Meskipun hubungan manusia dengan tatanan ciptaan sangat erat, manusia melebihi tatanan ciptaan itu sendiri. Hubungan fundamental mereka adalah dengan Allah, dan dalam hubungan tersebut terletak kebebasan fundamental mereka terhadap alam sekitar. Meskipun mereka dijadikan sebagai suatu bagian dari alam, mereka juga dijadikan untuk memerintahnya.
     G. I. Williamson menyatakan bahwa:
 “Mempermuliakan Allah”, bukan berarti “menjadikan Allah mulia”. Allah memang sudah mulia. Ia sudah mulia sejak kekekalan, dan tidak satupun makhluk ciptaan-Nya yang dapat menjadikan-Nya lebih mulia. Ungkapan “mempermuliakan Allah” hendaknya lebih diartikan “memancarkan kemuliaan Allah”. Alkitab mengatakan bahwa semua ciptaan Allah memancarkan kemuliaan-Nya, (Mzm. 19:1). Tidak terkecuali manusia. Bahkan manusia lebih daripada ciptaan lain, sebab dikatakan manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah sendiri. (Kej. 1:27). Namun berbeda dengan ciptaan lainnya yang secara otomatis memancarkan kemuliaan Allah, manusia dipersilakan oleh Allah untuk melakukannya.[19]
          Dengan demikian dapat dikatakan bahwa memuliakan Allah artinya, mencerminkan kemuliaan Allah. Seluruh ciptaan Allah mencerminkan kemuliaan Allah, akan tetapi manusia berbeda dengan semua ciptaan yang lain. Jika ciptaan lain secara otomatis mencerminkan kemuliaan Allah, maka kepada manusia diberi Allah kebebasan untuk menyatakan atau tidak menyatakan kemuliaan Allah melalui sikap hidupnya.
          Homer C. Hoeksema: If distinction is to be made in the image of God after which man was created, we prefer to make the distinction between the image in a formal and in a material sense. By the former is meant the fact that man’s nature is adapted to bear the image of God.[20] Bila perbedaan harus diciptakan menurut gambar Allah setelah manusia diciptakan, kita lebih memilih untuk membuat perbedaan antara gambar dalam formal dan dalam arti material. Dengan mantan dimaksudkan kenyataan bahwa kodrat manusia disesuaikan dengan menanggung citra Allah.
          Arie Jan Plaisier menyatakan:
Dengan memakai istilah ‘gambar Allah’, Alkitab menyoroti kehidupan manusia sebagai kehidupan yang unik. Tentu bukan hanya Alkitab yang mengakui keunikan manusia itu. Juga dalam-dalam agama-agama lain dan dalam banyak konsep filsafat, manusia digambarkan sebagai makhluk yang tersendiri dalam jenisnya, lain dari yang lain. Hal itu sering dijelaskan melalui perbandingan manusia dengan binatang-binatang.[21]

              Manusia adalah ciptaan yang paling istimewa dan sangat unik dari segala ciptaan lainnya, akan tetapi manusia bukanlah sekedar sebuah ciptaan, manusia juga adalah pribadi. Sebagai satu pribadi yang diciptakan manusia mampu membuat keputusan, menetapkan tujuan, dan bergerak ke arah tujuan-tujuan itu. Ini berarti manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya sebelum jatuh dalam dosa. Manusia diciptakan memiliki intelektual dan rasio yang berbeda dengan binatang yang tidak memiliki intelektual dan rasio. Dan sejak ada manusia telah menjadi persoalan bagi manusia dengan menguraikan dari mana asal manusia dan ke manakah tujuan hidupnya, serta bagaimana rahasia hidupnya, memang sejak dahulu kala telah menjadi pusat perhatian segala agama tentang manusia.
       Richard. L. Pratt menyatakan:
Kata gambar dan rupa menyatakan status kita yang hina. Pada zaman Perjanjian Lama, istilah ini sering menunjuk kepada sebuah patung atau arca semacam representasi tiga dimensi dari seorang manusia atau suatu benda. Dari penggunaan yang luas ini, kita dapat mengerti apa yang Allah maksudkan ketika Ia menyebut Adam dan Hawa sebagai gambar dan rupa-Nya. Mereka adalah ciptaan terbatas, namun mereka adalah representasi dalam bentuk fisik dari Penciptanya.[22]

          Dalam hidup ini, yaitu di dalam orang-orang yang tengah diperbaharui, kita melihat gambar Allah hanya seperti “melaui sebuah cermin, secara samar-samar”. Apa yang kita lihat saat ini hanyalah tanda dan isyarat mengenai seperti apa gambar Allah yang diperbarui nantinya. Kesempurnaan final gambar Allah ini akan menjadi puncak rencana Allah bagi umat pilihan atau khusus. Kesempurnaan gambar Allah dalam diri manusia terkait amat erat dengan pemuliaan Kristus. karena Kristus dan umat-Nya adalah satu, maka umat-Nya juga akan berbagian dalam pemuliaan-Nya.
e.    Providensi.
       Kata providensi tidak tercatat dalam Alkitab, tetapi sesungguhnya providensi Allah nyata dalam terang kebenaran firman-Nya. Providensi berasal dari kata Latin “Providentia”, yang setara dengan kata bahasa Yunani yang berarti pengetahuan atau penglihatan awal, tetapi perlahan-lahan kemudian memperoleh arti yang lain.
       Edwin Palmer menjelaskan :
Provedensi adalah kuasa Allah yang maha kuasa dan kekal adanya, yang dengannya Ia menopang Surga, Bumi, dan segala ciptaan (seperti tangan-Nya) dan mengaturnya sehingga tidak ada daun atau pedang, hujan atau kemarau, tahun yang subur atau gersang, makanan atau minuman, sehat atau sakit, kemakmuran atau kemiskinan atau segala sesuatupun terjadi pada kita secara kebetulan selain atas ijin Bapa surgawi kita.[23]

       Berbicara mengenai pemeliharaan Allah sangat erat hubungannya dengan pengetahuan Allah sejak semula. Yang nyata dalam segala peristiwa dan hidup manusia telah diatur oleh Allah, dengan kekuatan dan kemahakuasaan-Nya yang telah mengatur segala sesuatu yang melangsungkan kehidupan dalam dunia. Jadi tidak ada sesuatu pun dalam hidup ini yang terjadi di luar kehendak Allah, semuanya semata-mata hanya anugerah Allah yang nyata dalam hati dan hidup manusia juga hal-hal yang kecil sekali pun termasuk dalam pemeliharaan Allah. Allah Maha mengetahui segala sesuatu termasuk jumlah rambut di kepala kita pun Dia mengetahuinya dan tidak sehelai rambut pun jatuh di luar kehendak Allah.
       Herman Bavinck: Because of this close relationship between creation and providance the letter is sometimes called a continuous or progressive creation. Such a designation can be taken in a good sesse, but it ought nevertheless to be secured against misunderstanding.[24] Karena hubungan erat antara penciptaan dan providance surat itu kadang-kadang disebut ciptaan terus menerus atau progresif. Seperti penunjukan dapat diambil dalam sesse baik, tetapi tetap harus diamankan terhadap kesalahpahaman.
       J. Verkuyl menyatakan:
Alkitab memberitakan dengan, bahwa ada tangan yang memimpin kita, ada kasih yang merangkul kita dan ada tujuan, ke mana kita semua kita dipimpin. Tuhan yang memerintah! Demikianlah sorak yang sering terdengar dalam Alkitab. Dunia, yang telah diciptakan oleh Allah, tidak dilepaskan oleh-Nya. Kita tidak dibiarkan begitu saja oleh Tuhan. Ia mau mencampuri hidup kita. Kita didukung dan dipimpin menurut rencana-Nya, menuju tujuan yang ditetapkan oleh-Nya. Itulah yang disebut pemeliharaan oleh Allah. Memelihara itu adalah lain daripada menciptakan. Tuhan tidak melanjutkan pekerjaan menciptakan itu.[25]

       Memelihara dan menciptakan adalah sesuatu hal yang berbeda, Menciptakan adalah tindakan Allah menjadikan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada artinya dari sesuatu yang kosong, sedangkan memelihara adalah tindakan Allah menjaga atau memelihara apa yang telah dijadikan-Nya. Jadi ketika Allah menciptakan segala sesuatu Ia tidak membiarkan ciptaan-Nya begitu saja, Allah mengatur dan memimpin ciptaan-Nya baik yang ada di Surga maupun di bumi kepada tujuan berdasarkan rencana dan kehendak-Nya yang telah ditetapkan sejak semula. Pemeliharaan Allah nyata dalam ciptaan-Nya, Ia tidak pernah menarik tangan satu detik pun dari dunia yang diciptakan-Nya. Melalui providensi-Nya, Allah memuliakan diri dengan tujuan untuk mengumpulkan umat pilihan-Nya dan yang menjadi objek dari pemeliharaan Allah adalah Yesus Kristus karena di dalam Dialah Allah memuliakan diri-Nya.
       Thomas Watson: God’s work’s of  providance are the acts of his most holy, wise, and powerful government of his creatures, and of their action.[26] Pekerjaan Allah itu dari providance adalah tindakan pemerintah yang paling suci, bijaksana, dan kuat dari makhluk-Nya, dan tindakan mereka.
       Derek Prime menjelaskan dalam bentuk pertanyaan dan jawaban, Pertanyaan: apakah Allah mengendalikan segala sesuatu? Jawab: Allah mengendalikan segala sesuatu, dan melaksanakan segala sesuatu selaras dengan ketetapan dan bagian dari kehendak-Nya sendiri.[27]
       Segala sesuatu berada dalam pengendalian Allah meliputi seluruh alam semesta ini, tidak ada satu pun makhluk yang berada di luar pengendalian Allah Sang Pencipta segala sesuatu berdasarkan kehendak-Nya.
       James P. Boyce: Providence is also closely allied to predestination or purpose; but the destinction between these two is also equally clear. The purpose of God is his predetermined plan as to what shall be done in his creation by himself or by others.[28] Pemeliharaan juga erat bersekutu dengan predestinasi atau tujuan; tetapi destinction antara kedua juga sama jelas. Tujuan Allah adalah rencananya yang telah ditentukan untuk apa harus dilakukan dalam ciptaan-Nya sendiri atau oleh orang lain.


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peny. Anton M. Muliono,dkk, cet ke-9, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, h. 191.
[2] J. L. Ch. Abineno, Manusia dan sesamanya di dalam Dunia, cet. Pertama, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1987, h. 7. 
[3] Yohanes Calvin, Institution, peny. Th. Van den End, pen. Winarsih Arifin, J. S. Aritonang, Th. Van den End, cet. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003, h. 33.
[4] R. L. Dabney, Systematic Theologi, The Banner of Truth Trust, 1985, pg. 247.
[5] J. Verkuyl, Aku Percaya, peny. Soegiarto, cet ke-16, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1995, h. 50.
[6] Herman Bavinck, Dokmatika Reformed, cet. Pertama, Momentun, Surabaya, 2011, h. 369.
[7] Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, peny. Th. Van den End, cet ke-8, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001, h. 3.
[8] Paul E. Little, Kutahu yang Kupercaya, peny. Pauline Tiendas, cet ke-3, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2000, h. 127.
[9] Louis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Allah, peny. Yudha Thianto, Vol-1, cet ke-9, Momentum, Surabaya, 2008, h. 271.
[10] Louis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Manusia, peny. Yudha Thianto, Vol 2, cet ke-8, Momentum, Surabaya, 2008, h. 8.
[11] H. Hadiwijono, Iman Kristen, cet ke-5, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1986, h. 173.
[12] Wener Gitt, Keajaiban Manusia, peny. Theodore Setiawan, cet ke-2, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, 2009, h. 165.
[13] John Owen, Biblical Theology, first published, Soli Deo Publication, Oxford, 1996, pg. 20.
[14] Thomas Boston, Human Nature In Its Fourfold State, The Banner of Truth Trust, Pennsylvania, 1997, pg. 40.
[15] Yohanes calvin, Op Cit, h. 44.
[16] Thomy J. Matakupan & Julio Kristano, Doktrin Manusia dan Dosa, peny. Irwan Tjulianto, cet. Pertama, Momentum, Surabaya, 2005, h. 14-15.
[17] G. J. Baan, Tulip Lima Pokok Calvinisme, peny. Irwan Tjulianto, pen. Samuel Pulung & Herdian Aprilani, cet ke-2, Momentum, Surabaya, 2010, h. 8.
[18] A. A. Sitompul, Manusia dan Budaya, cet ke-4, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000, h. 2.
[19] G. I. Williamson, Ketekismus Singkat Wensminster 1, peny. Rudy Hartono, pen. The Boen Giok, cet. Pertama, Momentum, Surabaya, 1999, h. 1.
[20] Homer C. Hoeksema, Reformed Dogmatics, pg. 208.
[21] Arie Jan Plaisier, Manusia, Gambar Allah, cet ke-2, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000, h. 15-16.
[22] Richard. L. Pratt, Dirancang Bagi Kemuliaan, pen. Yvonne Potalangi, cet. Pertama, Momentum, Surabaya, 2002, h. 10.
[23] Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme, peny. Elsye, cet ke-2, Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1998, h. 222.
[24] Herman Bavinck, Our Reasonable Faith, Fourth Printing, Wm. B. Eerdmans, New York, 1984, Pg. 179.
[25] J. Verkuyl, Op. Cit, h. 61.
[26] Thomas Watson, A Body of Divinity, First Published, The Banner of Truth Trust, Great Britain, 2000, Pg. 119.
[27] Derek Prime, Tanya Jawab Tentang Iman Kristen, peny. M. H. Simanungkalit, cet ke-5, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, 2001, h. 41.
[28] James P. Boyce, Abstract Of Systematic Theology, Dulk Christian Foundation, Hanford, 1887, pg. 217.

Tidak ada komentar:

Kata kata

Cintailah seseorang sepenuhnya, termasuk kekurangannya, dan suatu saat kamu akan pantas mendapatkan yang terbaik darinya.

SESUATU YANG BERHARGA

Terkadang, Tuhan menghilangkan sesuatu yang sangat berarti dari genggamanmu, agar kamu menyadari kesalahan dan berubah menjadi lebih baik.